Daftar Isi
5 Pendiri Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah
1 RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA
1.1 Lahir
Syekh Ahmad Khatib Sambas lahir pada bulan shafar 1217 atau tahun 1803 M, di daerah Kampung Dagang, Sambas, Propinsi Kalimantan Barat. Beliau merupakan putra dari Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin.
Nama Sambas adalah nisbah atau diambil dari nama suatu tempat/kota yang berada di pantai utara, Kalimantan Barat. Sehingga nama beliau yang semula adalah Ahmad Khatib kemudian ditambah menjadi Ahmad Khatib Sambas.
1.2 Riwayat Keluarga
Pada tahun 1820 M, Syekh Ahmad Khatib Sambas berangkat ke tanah suci menlanjutkan pendidikannya dengan belajar kepada ulama-ulama di Mekkah. Dari sini kemudian ia menikah dengan seorang wanita Arab keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai 3 anak, antaranya:
- Syekh Yahya
- Siti Khadijah
- Syekh Abdul Gaffar
1.3 Wafat
Syekh Ahmad Khatib Sambas wafat di Mekkah pada tahun 1289 H bertepatan pada tahun 1875 M dalam usia 72 tahun.
Mengenai wafatnya, terdapat beberapa perbedaan mengenai tahun wafat beliau, karena ada yang menyebutkan tahun 1872 M dan ada juga yang mengatakan 1875M, namun tulisan di sini mengambil sumber dari buku "Perkembangan Ilmu Tasawuf dan tokoh-tokohnya di Nusantara".
2 SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
Sejak kecil, Syekh Ahmad Khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang terkenal sangat alim dan wara. Beliau menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.
Syekh Ahmad Khatib Sambas dalam usia belasan tahun berangkat ke Mekkah dengan pamannya untuk menuntut ilmu agama di sana. Singkat cerita, karena kecerdasannya pengkajian ilmu yang seharusnya ditempuh dalam 30 tahun, namun oleh Syekh Ahmad Khatib Sambas dalam waktu 3 tahun telah terselesaikan.
Melihat kenyataan itu sang guru Syekh Syamsuddin sebelum wafatnya telah melantik beliau menjadi "Syekh Mursyid Kamil Mukammil dalam lingkungan Thariqat Qadiriyah Wan Naqsabandiyah", yaitu suatu gabungan dari kedua tariqat yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah.
- H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas
- Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
- Syekh Daud Bin Abdullah Al Fatani (ulama asal Patani Thailand Selatan yang bermukim di Mekkah)
- Syekh Abdusshomad Al Palimbani (ulama asal Palembang yang bermukim di Mekkah)
- Syekh Abdul hafidzz al-Ajami
- Syekh Ahmad al-Marzuqi
- Syekh Syamsudin, mursyid tarekat Qadiriyah yang tinggal dan mengajar di Jabal Qubays Mekkah.
3 PENERUS BELIAU
3.1 Anak-anak Beliau
Anak beliau yang menjadi penerus ulama adalah:
- Syekh Yahya
- Siti Khadijah
- Syekh Abdul Gaffar
3.2 Murid-murid Beliau
Ulama-ulama indonesia yang pernah menjadi muridnya di antaranya:
Syekh Ahmad Khatib Sambas merupakan ulama yang sangat berpengaruh, dan juga banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka dalam bidang fiqh dan tafsir, termasuk Syekh Nawawi al-Bantani adalah salah seorang di antara murid-murid Beliau yang berhasil menjadi ulama termasyhur.
Selain itu, ada juga Syekh Abdul Karim Banten yang terkenal sebagai Sulthanus Syekh. Ulama ini terkenal keras dalam imperialisme Belanda pada tahun 1888 dan mengobarkan pemberontakan yang terkenal sebagai pemberontakan Petani Banten. Namun sayang, perjuangan fisiknya ini gagal, kemudian meninggalkan Banten menuju Makkah untuk menggantikan Syekh Ahmad Khatib Sambas.
Syekh Ahmad Khatib Sambas dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam bekerja sama dengan para Syekh besar lainnya yang bukan pengikut thariqat seperti Syekh Tolhah dari Cirebon, dan Syekh Ahmad Hasbullah bin Muhammad dari Madura, keduanya pernah menetap di Makkah.
Salah satu murid beliau yang masyhur juga dan melahirkan tokoh-tokoh besar adalah KH. Kholil Bangkalan, Madura. Sepeninggal Syekh Ahmad Khatib Sambas, Imam Syekh Nawawi al-Bantani ditunjuk meneruskan mengajar di Madrasah beliau di Mekkah. Sedangkan Syekh KH. Kholil Bangkalan, Syekh Abdul Karim dan Syekh Tolhah diperintahkan pulang ke tanah Jawa dan ditunjuk sebagai Khalifah yang berhak menyebarkan dan membaiat murid dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Di antara murid-murid beliau yang lain yaitu:
- Syekh Nuruddin, beliau berasal dari Filipina, makamnya terletak di Kampung Tekarang Kecamatan Tebas
- Syekh Muhammad Saad, ia merupakan orang Sambas asli, makamnya terletak di Kecamatan Selakau, Kabupaten Sambas
- Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad, dari Tasikmalaya yang mendirikan Pesanteran Tasikmalaya Suryalaya, beliau adalah abah dari Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom)
- Syekh Abdul Latif bin Abdul Qadir Sarawak, dan lain-lain
4 KARIER DAN KARYA
4.2 Karier Beliau
Beliau adalah pengajar di madrasah Mekkah
4.3 Karya-karya beliau
Walaupun Syekh Ahmad Khatib Sambas termasyhur sebagai seorang tokoh sufi, namun beliau juga menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikih yang berupa manuskrip risalah Jum’at. Naskah tulisan tangan ini dijumpai tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau Subi, Kepulauan Riau. Demikian menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, seorang ulama penulis asal tanah Melayu. Kandungan manuskrip ini, membicarakan masalah seputar Jum’at, juga membahas mengenai hukum penyembelihan secara Islam.
Pada bagian akhir naskah manuskrip, terdapat pula suatu nasihat panjang, manuskrip ini ditutup dengan beberapa amalan wirid beliau selain amalan Tariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah.
Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai thaharah, sholat dan penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6 Syawal 1422 H/20 Disember 2001 M. karya ini berupa manuskrip tanpa tahun, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan yang menyatakan disalin pada hari kamis, 11 Muharam 1281 H oleh Haji Ahmad bin Penggawa Nashir.
Sedangkan mengenai masa hidupnya, sekurang-kurangnya terdapat dua buah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh orang Arab, menceritakan kisah ulama-ulama Mekkah, termasuk di dalamnya adalah nama Syekh Ahmad Khatib Sambas. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim, karya Umar Abdul Jabbar. Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz Zahar, karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh Muhammad Sa'id al-'Amudi dan Ahmad Ali.
Ajarah Syekh Ahmad Khatib Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari karyanya berupa kitab Fathul Arifin nang merupakah notulensi dari ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh salah seorang muridnya, Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi ini dibukukan di Makkah pada tanggal tahun 1295 H. kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah dan silsilah Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah.
Buku inilah yang hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para mursyid dan pengikut Thariqah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah untuk melaksanakan prosesi-prosesi peribadahan khusus mereka. Dengan demikian maka tentu saja nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas selalu dikenang dan di panjatkan dalam setiap doa dan munajah para pengikut Thariqah ini.
5 PENDIRI THARIQAH QADIRIYAH NAQSYABANDIYAH
Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama sufi yang mendirikan perkumpulan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah. Perkumpulan thariqah ini merupakan penyatuan dan pengembangan terhadap metode dua thariqat sufi besar yakni Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.
Ajaran Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada al-Qur'an, al-Hadits, dan perkataan para ulama arifin dari kalangan Salafus shalihin.
Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia. Dan yang sangat penting adalah membantu dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan karena Syekh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang lokal (Indonesia) tetapi para pengikut kedua Thariqat ini ikut berjuang dengan gigih terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.
Survey tentang sejarah Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah mempunyai hubungan yang erat dengan pembangunan masyarakat Indonesia. Thariqat ini merupakan salah satu keunikan masyarakat muslim Indonesia, bukan karena alasan yang dijelaskan di atas, tetapi praktek-praktek Thariqat ini menghiasi kepercayaan dan budaya masyarakat Indonesia.
Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah secara substansial merupakan aktualisasi seluruh ajaran Islam (Islam Kaffah) dalam segala aspek kehidupan. Tujuan Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah adalah tujuan Islam itu sendiri. Menurut sumber utamanya, Alquran, Islam sebagai agama diturunkan untuk membawa umat manusia ke jalan yang lurus, jalan keselamatan yang bermuara pada kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat (hasanah fi al-dunya dan hasanah fil al-akhirat).
Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah membawa manusia kepada Tuhan, dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana seharusnya hidup secara bersama dalam masyarakat. Tanbih mengandung ajaran moral, menyangkut perbagai kehidupan. Pandangan Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah menyangkut dengan Negara, misalnya, dapat dilihat dalam huraian Tanbih sebagai berikut:
“Pun kami tempat orang bertanya tentang Tariqah Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas, wasiat kepada segenap murid-murid; berhati-hatilah dalam segala hal, jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan Agama maupun Negara. Insapilah , wahai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu, terpengaruh oleh godaan syaitan, waspadailah akan jalan penyelewengan terhadap perintah Agama maupun Negara, agar dapat meneliti diri kalau tertarik oleh bisikan Iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita”.
Pandangan filosofis Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah mengenai hubungan kemasyarakatan, baik dengan sesama muslim mahupun dengan yang bukan muslim, dapat dilihat dalam bagian uraian Tanbih berikut:
- Terhadap orang-orang yang lebih tinggi dari kita, baik zahir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun saling menghargai.
- Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati bergotong- royong dalam melaksanakan perintah Agama maupun Negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaaan, kalau-kalau kita terkena firmanNya “Adzabun Alim” yang artinya duka nestapa untuk selama-lamanya dari dunia hingga akhirat.
- Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah menghinanya atau berbuat tidak senonoh bersika angkuh, sebaliknya harus bersikap belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya harus dituntun dan dibimbing dengan nasihat yang lemah lembut yang akan memberi keinsafan dalam menginjak jalan kebajikan.
- Terhadap fakir mikin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan.
Demikianlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran meskipun terhadap orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam as. Mengingat ayat 70 surat Isra yang artinya:
“Sangat Kami muliakan keturunan Nabi Adam dan Kami sebarkan segala yang berada di darat dan di lautan, juga Kami mengutamakan mereka lebih utama dari makhluk lainnya”.
Kesimpulan dari ayat ini bahwa kita sekalian seharusnya saling menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat surat Al-Maidah yang artinya “Hendaklah kalian saling tolong menolong dalam melaksanakan kebajikan dan ketakwaan sungguh-sungguh terhadap Agama maupun Negara, sebaliknya jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan bermusuhan terhadap perintah Agama maupun Negara”.
Intisari tanbih di atas menjelaskan kepada kita bagaimana model ideal interaksi antara kita dengan orang yang lebih tinggi dari kita, dengan sesama, dalam erti yang sedarjat dalam segalanya, dengan orang yang ada di bawah kita dan dengan fakir miskin. Tanbih menjelaskan bahwa kedamaian zahir batin akan terwujud di tengah-tengah masyarakat manakala masing-masing individu berpegang teguh terhadap etika sosial: “Bukanlah dari golonganku orang yang tidak kasih sayang kepada yang ada dibawahnya, dan tidak menaruh hormat kepada orang yang ada di atasnya”.
Lebih dari itu, Tanbih juga memuat ajaran bagaimana seharusnya sikap kita dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dengan orang asing, baik yang seagama dengan kita maupun yang tidak seagama.
6 REFERENSI
https://www.bacaanmadani.com/2018/02/biografi-singkat-ahmad-khatib-al.html
7. CHART SILSILAH SANAD
Berikut ini chart silsilah sanad guru Syeikh Ahmad Khatib Sambas dapat dilihat DI SINI, dan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.
Sumber kopas: Biografi Syeikh Ahmad Khatib Sambas | Profil Ulama › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar