Daftar Isi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga KH. Abdul Wahab Chasbullah
1.1 Lahir
KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan salah satu ulama besar pelopor pendiri Nahdlatul Ulama (NU)yang sangat berjasa di negara ini . Beliau meupakan orator ulung, ahli politik, pejuang dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia
KH. Abdul Wahab Chasbullah atau yang biasa dipanggil dengan Mbah Wahab lahir di Jombang, 31 Maret 1888. Beliau merupakan putra pasangan KH. Hasbullah Said, Pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur, dengan Nyai Latifah.
KH. Abdul Wahab Chasbullah berasal dari keturunan Raja Brawijaya IV dan bertemu dengan silsilah KH. Hasyim Asy’ari pada Kiai Abdus Salam (Kiai Shoichah) bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sumbu bin Pangeran Benowo bin Jaka Tingkir (Mas Karebet), bin Lembu Peteng, bin Brawijaya V (raja Majapahit ketujuh).
1.2 Wafat
KH. Abdul Wahab Chasbullah wafat di Jombang pada usia 83 tahun atau tepatnya pada 29 Desember 1971. 43 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 7 November 2014, Kiai Wahab bersama dengan Djamin Ginting, Sukarni Kartodiwirjo, dan HR Muhammad Mangundiprojo diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo.
1.3 Riwayat Keluarga KH. Abdul Wahab Chasbullah
Setelah itu, beliau menikah dengan Fatimah binti Burhan, tetapi tidak di karuniai putra. Sebelum disunting KH. Abdul Wahab Chasbullah, Fatimah telah mempunyai putra bernama Ahmad Saichu. KH. Abdul Wahab Chasbullah kembali menikah dengan Fatimah binti Ali asal Mojokerto dan Askanah binti Muhammad Idris dari Sidoarjo.
Dari kedua istri tersebut ia juga tidak mempunyai putra. Selanjutnya, KH. Abdul Wahab Chasbullah menikah dengan Masmah, sepupu Asna binti Said, dan mempunyai seorang putra bernama Moh. Adib. Sepeninggal Masmah, beliau menikah lagi dengan Aslihah binti Abdul Majid asal Bangil, Pasuruan dan mempunyai dua putri, Djumiyatin dan Muktamaroh. Aslihah meninggal pada tahun 1939, kemudian beliau menikah dengan Sa’diyah, kakak Aslihah. Dari pernikahannya dengan Sa’diyah, beliau mempunyai lima putra, yaitu Machfudzoh, Hizbiyah, Munjidah, Muh. Hasib, dan Muh. Roqib.
2. SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN KH. ABDUL WAHAB CHASBULLAH
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
Masa pendidikan KH. Abdul Wahab Chasbullah dari kecil hingga besar banyak dihabiskan di pondok pesantren. Selama kurang lebih 20 tahun, beliau secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari beberapa pesantren. Karena tumbuh dilingkungan pondok pesantren, mulai sejak dini beliau diajarkan ilmu agama dan moral pada tingkat dasar.
Termasuk dalam hal ini tentu diajarkan seni Islam seperti kaligrafi, hadrah, barjanji, diba’, dan salawat. Kemudian tak lupa diajarkan tradisi yang menghormati leluhur dan keilmuan para leluhur, yaitu dengan berziarah ke makam-makam leluhur dan melakukan tawasul.
Beliau dididik ayahnya sendiri cara hidup, seorang santri, seperti, salat berjamaah, dan sesekali dibangunkan malam hari untuk salat tahajud. Kemudian Kiai Wahab membimbingnya untuk menghafalkan Juz ‘amma dan membaca Al Quran dengan tartil dan fasih. Kemudian beliau dididik mengenal kitab-kitab kuning, dari kitab yang paling kecil dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari. Misalnya: Kitab Safinatunnaja, Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahab, Muhadzdzab dan Al Majmu’. Wahab Hasbullah juga belajar Ilmu Tauhid, Tafsir, Ulumul Quran, Hadits, dan Ulumul Hadits.
Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tampak semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami berbagai ilmu yang dipelajarinya. Selama enam tahun awal pendidikannya, beliau dididik langsung oleh ayahnya, baru ketika berusia 13 tahun, Kiai Wahab Chasbullah mengembara untuk menuntut ilmu. Maka beliau pergi ke satu pesantren ke pesantren lainnya.
Di antara pesantren yang pernah disinggahi Wahab Hasbullah adalah sebagai berikut:
Pesantren Cempaka
Pesantren Tawangsari, Sepanjang
Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura dibawah asuhan KH. Kholil Bangkalan
Pesantren Branggahan, Kediri
Pesantren Tebuireng, Jombang dibawah asuhan KH. Hasyim Asy’ari
Khusus di Pesantren TebuiIreng, beliau cukup lama menjadi santri. Hal ini terbukti, kurang lebih selama 4 tahun, beliau menjadi lurah pondok, sebuah jabatan tertinggi yang jarang didapatkan oleh seorang santri dalam sebuah pesantren. Menjadi lurah pondok adalah sebagai bukti kepercayaan kiai dan pesantren kepada santri.
Bahkan, beliau aktif dalam dunia pergerakan dan organisasi ini. Bersama dengan Kiai Abas dari Jember, Kiai Asnawi dari Kudus, dan Kiai Dahlan dari Kertosono memelopori berdirinya Syarikat Islam (SI) cabang Makkah. Dengan rangkaian perjalanan intelektual yang demikian panjang, tidak mengherankan apabila pada usia 34 tahun, KH. Wahab Chasbullah telah menjadi pemuda yang menguasai berbagai disiplin ilmu keagamaan, seperti Ilmu Tafsir, hadis, Fikih, Akidah, Tasawuf, Nahwu Sharaf, Ma’ani, Manthiq, ‘Arudl dan ilmu Hadlarah, sejarah Islam, cabang ilmu diskusi, dan retorika.
Sepulangnya dari Makkah dan bertempat tinggal di Surabaya, KH. Abdul Wahab Chasbullah sudah merasakan perlunya melakukan pergerakan dengan mendidik kader dalam bentuk Tashwir Al-Afkar, sebuah pertukaran gagasan. Ide ini kemudian mengkristal menjadi semacam kursus perdebatan untuk anak-anak muda dan kiai-kiai muda upaya ini didorong oleh semangat untuk kebangunan Islam, yang salah satunya dilatari oleh kondisi Syarikat Islam (berdiri sejak 1912) yang sudah mulai dicurigai Belanda akibat kasus afdeling B sehingga banyak umat Islam yang meninggalkan SI karena Belanda di mana- mana bisa menangkapi mereka yang di curigai sebagai bagian dari pemberontakan SI Afdeling.
2.2 Guru-Guru KH. Abdul Wahab Chasbullah
KH Hasbulloh Said
Syaikh Mahfudz at-Tarmasi
Syaikh Al-Yamani
Kiai Muchtarom Banyumas.
Syaikh Ahmad Khatib (pemimpin Tarekat Qadiriyyah-Naqsyabandiyyah).
Syaikh Sa’id Al-Yamani.
Syaikh Ahmad Abu Bakri Shata.
KH. Saleh
KH. Faqihuddin Kediri (pengasuh Pesantren Branggahan Kediri).
2.3 Menjadi Pengasuh Pondok Pesantren
Beliau menjabat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas Jombang menggantikan perjuangan sang ayah Almaghfurullah “Kiai Hasbullah” yang wafat pada 1920 M, beliau pula yang menggagas ide pembuatan nama “Bahrul ‘Ulum” sebagai nama resmi pesantren mengingat nama Tambakberas sendiri sebenarnya merupakan nama sebuah dusun.
Selain itu Almaghfurullah KH. Abdul Wahab Chasbullah juga merupakan tokoh yang merekontruksi sistem pendidikan di pesantren Bahrul ‘Ulum dengan mendirikan Madrasah Ibtida’iyyah Islamiyyah Al-Qur’an (1959) yang merupakan madrasah pertama dalam sejarah Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas, sebelum sistem tersebut dimodifikasi oleh Almaghfurullah KH. Abdul Fattah Hasyim tatkala menjadi pengasuh Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum.
Atas perjuangan dari Almaghfurullah KH. Abdul Wahab Chasbullah diangkatlah nama beliau sebagai nama salah satu Universitas di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum yaitu UNWAHA (Universitas Wahab Hasbullah) yang merupakan metamorfosis dari STAI-BU dan STIMIK-BU. Selain itu pada peringatan Haul AlmaghfurullahKH. Abdul Wahab Chasbullah ke-43 pada tahun 2014 dicanangkan pula event “ KH. A Wahab Chasbullah Award 2014 Award 2014” oleh Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang.
2.4 Perkembangan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
KH. Abdul Wahab Chasbullah berpandangan bahwa pendidikan tidak harus dilakukan di pesantren tapi bagaimana agar mendidik anak bisa dilakukan dimanapun dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akan tetapi, bukan berarti pendidikan pesantren dilupakan.
Oleh karenanya selain melakukan pendidikan di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, juga melakukan pendidikan di luar pesantren yang ditujukan untuk kalangan umum dan terpelajar dengan mendirikan kelompok diskusi bernama Tashwirul Afkar.
Melalui Nahdlatun Wathan beliau juga telah berhasil mendirikan beberapa sekolah di berbagai daerah, antara lain:
Sekolah/Madrasah Ahloel Wathan di Wonokromo
Sekolah/Madrasah Far’oel Wathan di Gresik
Sekolah/Madrasah Hidayatoel Wathan di Jombang, dan
Sekolah/Madrasah Khitaboel Wathan di Surabaya (Mashyuri, 2008:86-87).
3. PENERUS KH. ABDUL WAHAB CHASBULLAH
3.1 Anak-anak KH. Abdul Wahab Chasbullah
KH. Muhammad Wahab Wahib
Khadijah
Moh. Adib Djumiyatin
Muktamaroh
NYai Hj. Mundjidah Wahab
Mahfuzah
Hasbiyah
Mujidah
Muhammad Hasib
Raqib
KH. A. Syaichu (anak tiri)
3.2 Murid-murid KH. Abdul Wahab Chasbullah
Murid-murid beliau para santri-santri di pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang
4. PERJALANAN HIDUP DAN DAKWAH KH. ABDUL WAHAB CHASBULLAH
4.1 Jasa-jasa KH. Abdul Wahab Chasbullah
a. KH. Abdul Wahab Chasbullah Salah Satu Pendiri NU
KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan salah satu bapak Pendiri NU. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) ketika melawan penjajah Jepang. Ia juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar Dewantoro.
Tahun 1916 mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan, kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim Komite Hijaz. KH. Abdul Wahab Chasbullah juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi NU dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu kalangan Tua dengan Muda.
Fatwa tersebut akhirnya menjadi pemantik pertempuran heroik 10 November, untuk mengusir Belanda yang ingin kembali menjajah dengan cara membonceng NICA alias Sekutu. Dengan catatan sejarah panjang perjuanganKH. Abdul Wahab Chasbullah terhadap bangsa ini, berbagai pihak menilai sangat tepat jika pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional.
Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH. Abdul Wahab Chasbullah yang kemudian menjadi pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Chasbullahh ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut.
Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU.
Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Machfudz Siddiq, KH. Wahid Hasyim, KH. Dachlan Kertosono, Thohir Bakri dan Abdullah Ubaid serta dukungan dari ulama senior KH. Abdul Wahab Chasbullah.
Sementara itu, peran KH. Mohammad Chusaini Tiway terlihat pada masa pendudukan Jepang, dimana pada saat itu organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, mengemukakan ide untuk mengaktifkan kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wahid Hasyim Menteri Agama RIS kala itu, maka pada 14 Desember 1949 lahir kesepakatan membangun kembali ANO dengan nama baru, yakni Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).
4.2 KARYA-KARYA KH. ABDUL WAHAB CHASBULLAH
KH. Maimoen Zubair salah satu santri KH. Abdul Wahab Chasbullah meriwayatkan bahwa ketika beliau mondok di Tambak Beras dan belajar di sekolah “Syubbaanul Wathan” disana, setiap hari sebelum masuk kelas murid-murid diwajibkan menyanyikan sebuah lagu yang diciptakan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullahh pada tahun 1934.
4.3 Karier Beliau
Menjabat Katib 'Am PBNU saat NU pertama kali didirikan.
Setelah KH. Hasyim Asy'ari wafat, jabatan Rais 'Am dijabat oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah
Menjadi anggota BPKNIP (badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat)
Menjadi anggota konstituante dan berkali-kali menjadi anggota DPR RI
Menjadi anggota Dewan Pertimbangan agung atau DPA
5. CHART SILSILAH
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Abdul Wahab Chasbullah dapat dilihat di sini, dan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat di sini.
Sumber kopas: Biografi KH. Abdul Wahab Chasbullah | Profil Ulama › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar