DRgrtea

Medsos DRcjgrTeA

Media Sosial Duridwangurunatafkar

Alih Bahasa

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

DRMenuNavigasiBar

menunavngampar

Selasa, 20 Juni 2023

Biografi KH. M. Hasyim Asy'ari


Biografi Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

Daftar Isi Profil KH. Mohammad​ Hasyim Asy’ari

1.1    Lahir
1.2    Wafat

2.2    Guru-Guru

3.      Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng

4.      Penerus
4.1    Anak
4.2    Murid-murid

5.      Jasa dan Karya
5.1    Jasa-jasa
5.2    Karya-karya

6.      Kisah Teladan

 

1.   RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA

1.1  Lahir
KH. Mohammad Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari 1871 (24 Dzulqaidah 1287H). Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan KH. Asy’ari pemimpin Pesantren Keras, Jombang dan Nyai Halimah. Dari Nasab Ayahnya, KH. Hasyim Asy’ari memiliki garis keturunan sampai dengan Rasulullah. Nasab Beliau sebagai berikut:

  1. Husain bin Ali
  2. Ali Zainal Abidin
  3. Muhammad al-Baqir
  4. Ja’far ash-Shadiq
  5. Ali al-Uraidhi
  6. Muhammad an-Naqib
  7. Isa ar-Rumi
  8. Ahmad al-Muhajir
  9. Ubaidullah
  10. Alwi Awwal
  11. Muhammad Sahibus Saumiah
  12. Alwi ats-Tsani
  13. Ali Khali’ Qasam
  14. Muhammad Shahib Mirbath
  15. Alwi Ammi al-Faqih
  16. Abdul Malik (Ahmad Khan)
  17. Abdullah (al-Azhamat) Khan
  18. Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan)
  19. Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar)
  20. Maulana Ishaq
  21. ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri)
  22. Abdurrohman / Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
  23. Abdul Halim (Pangeran Benawa)
  24. Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
  25. Abdul Halim
  26. Abdul Wahid
  27. Abu Sarwan
  28. KH. Asy’ari (Jombang)
  29. KH. Hasyim Asy’ari (Jombang)

1.2  Wafat
KH. Hasyim Asy’ari wafat pada 25 Juli 1947. Beliau dimakamkan di pesantren Tebuireng, Jombang Jawa Timur.

1.3  Riwayat Keluarga
KH. Hasyim Asy’ari melepas masa lajangnya dengan menikahi putri dari Kiai Ya’qub Sidoarjo, Nyai Khodijah. Pernikahan dengan Nyai Khodijah tidak bertahan lama, karena sewaktu Kiai Hasim Asy’ari menuntut ilmu di Mekkah, istri beliau wafat pada tahun 1901.

Setelah istri pertama wafat, kemudian Kiai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh putri dari Kiai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Buah dari pernikahannya, Kiai Hasyim dan Nyai Nafiqoh dikaruniai 10 anak.

Dalam membina mahligai rumah tangga dengan istri kedua, Kiai Hasyim mengalami hal yang sama dengan istri yang pertama, pada tahun 1920, Nyai Nafiqoh wafat, dan meninggalkan Kiai Hasyim untuk selama-lamanya.

Hal ini, membuat Kiai Hasyim tidak mau larut dalam terus menerus larut dalam kesedihan, karena beliau harus memikirkan, anak-anaknya yang yang harus dirawat akhirnya Kiai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri dari Kiai Hasan,  pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan tersebut, Kiai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri.

2.  SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU

2.1 Berkelana Menimba Ilmu
Sejak anak-anak, KH. Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayahnya, KH. Asy’ari dan kakeknya, Kiai Utsman (Pengasuh Pesantren Nggedang di Jombang).

Ketika usia menginjak 15 tahun, Kiai Hasyim mulai berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, diantaranya: Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.

Di Pesantren Siwalan, Sidoarjo, yang diasuh oleh Kiai Ya’qub inilah, rupanya Kiai Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kiai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup waktu lima tahun, bagi Kiai Hasyim untuk menyerap ilmu di Pesantren Siwalan.

Dengan kecerdasan dan kealiman yang dimiliki oleh Kiai Hasyim, rupanya membuat Kiai Ya’qub sendiri kesemsem berat kepada Kiai Hasyim. Akhir, Kiai Ya’qub menikahkan salah satu putrinya yang bernama Khodijah dengan Kiai Hasyim.

Tidak lama setelah menikah, Kiai Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, namun sayangnya, istri dan anaknya sudah meninggal.

Pada tahun 1893, Kiai Hasyim berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah Kiai Hasyim menetap di Mekkah selama 7 tahun.

2.2  Guru-guru

  1. Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
  2. Syaikh Mahfudz At-Tarmasi
  3. Syaikh Ahmad Amin Al Aththar
  4. Syaikh Ibrahim Arab
  5. Syaikh Said Yamani
  6. Syaikh Rahmaullah
  7. Syaikh Sholeh Bafadlal
  8. Sayyid Abbas Maliki
  9. Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf
  10. Sayyid Husein Al Habsyi
  11. KH. Muhammad Saleh Darat, Semarang
  12. KH. Kholil Bangkalan
  13. Kyai Ya’qub, Sidoarjo
  14. Sayyid Husain Al Habsyi
  15. Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani
  16. Sayyid Abdullah al-Zawawi
  17. Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas
  18. Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi
  19. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
  20. Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al Haddad
  21. Syekh Imam Nawawi al-Bantani
  22. Sayyid al Bakry Muhammad Syatho
  23. Muhammad Amin Al Kurdi
  24. Yusuf bin Ismail Anabhani

3. MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN TEBUIRENG

Pada tahun l899, Kiai Hasyim pulang ke Tanah Air.Kiai Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kiai Utsman. Tak lama kemudian, Kiai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir. Di sana beliau membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal.

Dari tratak kecil inilah Pesantren Tebuireng mulai tumbuh. Kiai Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang dan setiap bulan setiap bulan santri beliau semakin banyak berdatangan dari berbagai daerah.

Kiai Hasyim bukan saja Kiai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kiai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah Kiai Hasyim memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kiai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.

4.  PENERUS

Setelah mendirikan pesantren, satu persatu santrinya berdatangan untuk ikut mengaji di Pondok Pesantren Tebuireng. Hingga akhirnya, ribuan santri menimba ilmu kepada Kiai Hasyim dan menciptakan alumni-alumni yang menjadi tokoh-tokoh, ulama-ulama, kiai-kiai dan lain sebagainya.

4.1  Anak-anak

  1. Ny. Hannah
  2. Ny. Khairiyah Hasyim
  3. Ny. Aisyah
  4. Ny. Azzah
  5. KH. Abdul Wahid Hasyim
  6. KH. Abdul Choliq Hasyim
  7. KH. Abdul Karim Hasyim
  8. KH. Ubaidillah
  9. Ny. Mashuroh
  10. KH. Muhammad Yusuf Hasyim
  11. KH. Abdul Qodir
  12. Ny. Fatimah
  13. Ny. Khotijah
  14. KH. Ya'qub Hasyim

4.2  Murid-murid
Nama-nama santri Kiai Hasyim antara lain:

  1. KH. Abdul Wahab Hasbullah, Pesantren Tambak Beras, Jombang
  2. KH. Bisri SyansuriPesantren Denanyar, Jombang
  3. KH. R As’ad Syamsul Arifin
  4. KH. Wahid Hasyim (anaknya)
  5. KH. Achmad Shiddiq
  6. Syekh Sa’dullah al-Maimani (Mufti di Bombay, India)
  7. Syekh Umar Hamdan (Ahli Hadis di Makkah)
  8. Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria)
  9. KH. R Asnawi(Kudus)
  10. KH. Dahlan(Kudus)
  11. KH. Shaleh (Tayu)
  12. KH. Zaini Mun'im

5 . JASA DAN KARYA

5.1   Jasa-jasa Beliau
A. Mendirikan Nahdlatul Ulama (NU)
Tahun 1924, kelompok diskusi Taswirul Afkar ingin mengembangkan sayapnya dengan mendirikan sebuah organisasi yang ruang lingkupnya lebih besar. Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang dimintai persetujuannya, meminta waktu untuk mengerjakan salat istikharah, menohon petunjuk dari Allah.

Dinanti-nanti sekian lama, petunjuk itu belum datang juga. Kiai Hasyim sangat gelisah. Dalam hati kecilnya ingin berjumpa dengan gurunya, KH. Kholil bin Abdul Latif, Bangkalan.

Sementara jarak antara Jombang dengan Bangkalan, adalah jarak yang sangat jauh. Tetapi dengan kelebihan yang diberikan Allah SWT, Kiai Khalil yang berada di Bangkalan mengetahui apa yang dialami Kiai Hasyim.

Kemudian, Kiai Kholil lalu mengutus salah satu orang santrinya yang bernama As’ad Syamsul Arifin (kelak KH. R As’ad Syamsul Arifin menjadi pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo), untuk menyampaikan sebuah tongkat kepada Kiai Hasyim di Tebuireng. Pemuda As’ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 kepada Kiai Hasyim.

Ketika Kiai Hasyim menerima kedatangan As’ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya langsung bergentar. ”Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai,” ujarnya lirih sambil meneteskan airmata.

Waktu terus berjalan, akan tetapi pendirian organisasi itu belum juga terealisasi. Agaknya Kiai Hasyim masih menunggu kemantapan hati.

Satu tahun kemudian (1925), pemuda As’ad kembali datang menemui Hadratus Syaikh. ”Kiai, saya diutus oleh Kiai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini,” ujar pemuda Asad sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan Kiai Kholil di lehernya.

Tangan As’ad belum pernah menyentuh tasbih sersebut, meskipun perjalanan antara Bangkalan menuju Tebuireng sangatlah jauh dan banyak rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama dalam perjalanan, sebab khawatir tangannya menyentuh tasbih. Ia memiliki prinsip, ”kalung ini yang menaruh adalah Kiai, maka yang boleh melepasnya juga harus Kiai”. Inilah salah satu sikap ketaatan santri kepada sang guru.

”Kiai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad.

Kehadiran As’ad yang kedua ini membuat hati Kiai Hasyim semakin mantap. Hadratus Syaikh menangkap isyarat bahwa gurunya tidak keberatan jika ia bersama kawan-kawannya mendirikan organisai/jam’iyah. Inilah jawaban yang dinanti-nantinya melalui salat istikharah.

Pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M, organisasi tersebut secara resmi didirikan, dengan nama Nahdlatul Ulama, yang artinya kebangkitan ulama. Kiai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama.

B. Resolusi Jihad
Pada waku itu, keberadaan Kiai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolak Kiai Hasyim.

Justru Kiai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan dengan membuat perintah kepada para santri dan pengikutnya, perintah tersebut berisi tentang, pertama, Kiai Hasyim memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Kedua, Kiai Hasyim mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda.

Perintah tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas.

Hal ini tentu saja membuat, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung dan akhirnya dengan peraturan yang dibuat oleh Kiai Hasyim, beliau di penjara 3 bulan pada 1942. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama Kiai Hasyim.

C. Perjuangan Melawan Penjajah
Masa awal perjuangan Kiai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng, Jombang pun tak luput dari sasaran represif Belanda.

Pada tahun 1913 M intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menangkap Kiai Hasyim dengan tuduhan pembunuhan.

Dalam pemeriksaan, Kiai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis. Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum.

Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga masa-masa revolusi fisik Tahun 1940an.

Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang.

Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim.

Salah satu perlakuan represif Jepang adalah dengan penahanan terhadap Hadratus Syaikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kiai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang.

Kiai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kiai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya.

Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kiai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan.

Setelah penahanan Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng, Jombang vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kiai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.

Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kiai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kiai dan santri. Selain itu, pembebasan Kiai Hasyim juga berkat usaha dari KH. Wahid Hasyim dan KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.

Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kiai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya.

Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 November kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.

Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kiai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kiai Hasyim.

D. Menjadi ketua Umum Partai Masyumi
Pada tanggal 7 November 1945 tiga hari sebelum meletusnya perang 10 November 1945 di Surabaya, umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari berbagai faham. Kiai Hasyim diangkat sebagai Rois ‘am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947.

5.2   Karya-karya
Adapun di antara beberapa karya KH. Hasyim Asy’ari yang masih bisa ditemui dan menjadi kitab wajib untuk dipelajari di pesantren-pesanttren Nusantara sampai sekarang antara lain:

  1. At-Tibyan fi al-Nahy’an Muqatha’at al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan
    Kitab ini selesai ditulis pada hari Senin, 20 Syawal 1360 H dan kemudian diterbitkan oleh Muktabah al-Turats al-Islami, Pesantren Tebuireng. Kitab tersebut berisi penjelasan mengenai pentingnya membangun persaudaraan di tengah perbedaan serta memberikan penjelasan akan bahayanya memutus tali persaudaraan atau silatuhrami.

  2. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama
    Kitab ini berisikan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Terutama berkaitan dengan NU. Dalam kitab tersebut, KH. Hasyim Asy’ari mengutip beberapa ayat dan hadits yang menjadi landasannya dalam mendirikan NU. Bagi penggerak-penggerak NU, kitab tersebut barangkali dapat dikatakan sebagai bacaan wajib mereka.

  3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah
    Dalam kitab ini, KH. Hasyim Asy’ari tidak sekedar menjelaskan pemikiran empat imam madzhab, yakni Imam Syafi’iImam MalikImam Abu Hanifah dan ImamAbu Ahmad bin Hanbal. Namun, ia juga memaparkan alasan-alasan kenapa pemikiran di antara keempat imam itu patut kita jadikan rujukan.

  4. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul Ulama
    Sebagaimana judulnya, kitab ini berisi empat puluh hadits pilihan yang sangat tepat dijadikan pedoman oleh warga NU. Hadits yang dipilih oleh KH. Hasyim Asy’ari terutama berkaitan dengan hadits-hadits yang mejelaskan pentingnya memegang prinsip dalam kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan ini.

  5. Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma Yanhaju Ilaih al-Muta’allim fi Maqamati Ta’limihi
    Pada dasarnya, kitab ini merupakan resume dari kitab Adab al-Mu’allim karya Syekh Muhamad bin Sahnun, Ta’lim al-Muta’allim fi Thariqat al-Ta’allum karya Syekh Burhanuddin az-Zarnuji, dan Tadzkirat al-Syaml wa al-Mutakalli fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim karya Syekh Ibnu Jamaah. Meskipun merupakan bentuk resume dari kitab-kitab tersebut, tetapi dalam kitab tersebut kita dapat mengetahui betapa besar perhatian KH. Hasyim Asy’ari terhadap dunia pendidikan.

  6. Risalah Ahl aas-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadts al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa Bayani Mafhum as-Sunnah wa al-Bid’ah
    Karya KH. Hasyim Asy’ari yang satu ini barangkali dapat dikatakan sebagai kitab yang relevan untuk dikaji saat ini. Hal tersebut karena di dalamnya banyak membahas tentang bagaimana sebenarnya penegasan antara sunnag dan bid’ah. Secara tidak langsung, kitab tersebut banyak membahas persoalan-persoalan yang bakal muncul di kemudian hari. Terutama saat ini.

Dalam beberapa karya KH. Hasyim Asy’ari tersebut, kita dapat menyimpulkan betapa besar dan luasnya perhatian KH. Hasyim Asy’ari terhadap agama serta betapa mendalamnya pengetahuannya di bidang tersebut.

Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari itu menjadi bukti tak terbantahkan betapa ia memang merupakan seorang ulama sam mujtahid yang telah banyak mengahasilkan berbagai warisan tak ternilai, baik dari segi keilmuan maupun dari segi keorganisasian seperti halnya NU.

6.  KISAH TELADAN

6.1 Ketika Kiai Hasyim dan Kiai Kholil Berebut menjadi Santri
Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH. Hasyim Asy’ari dengan KH. Kholil Bangkalan, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata KH. Kholil, begitu Kiai dari Madura ini populer dipanggil.

Kiai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”

Tanpa merasa tersanjung, Kiai Kholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.

Lucunya, ketika turun dari masjid usai salat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.

Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kiai Hasyim juga KH. Kholil Bangkalan adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati.

KH. Kholil adalah Kiai yang sangat termasyhur pada zamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.

Sedangkan Kiai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits. Setiap Ramadhan Kiai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadis Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam.

Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri,KH Kholil Bangkalan. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kiai Hasyim.

Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kiai Hasyim.

6.2 Mengambil Cincin Gurunya dari Lubang WC
Salah satu rahasia seorang murid bisa berhasil mendapatkan ilmu dari gurunya adalah taat dan hormat kepada gurunya. Guru adalah orang yang punya ilmu. Sedangkan murid adalah orang yang mendapatkan ilmu dari sang guru. Seorang murid harus berbakti kepada gurunya. Dia tidak boleh membantah apalagi menentang perintah sang guru (kecuali jika gurunya mengajarkan ajaran yang tercela dan bertentangan dengan syariat Islam maka sang murid wajib tidak menurutinya). Kalau titah guru baik, murid tidak boleh membantahnya.

Inilah yang dilakukan Kiai Hasyim Asy’ari. Beliau nyantri kepada KH. Kholil Bangkalan, Bangkalan. Di pondok milik Kiai Kholil, Kiai Hasyim dididik akhlaknya. Setiap hari, kiai Hasyim disuruh gurunya merawat sapi dan kambing. Kiai Hasyim disuruh membersihkan kandang dan mencari rumput. Ilmu yang diberikan Kiai Kholil kepada muridnya itu memang bukan ilmu teoretis, melainkan ilmu praktek. langsung penerapan.

Sebagai murid, Kiai Hasyim tidak pernah mengeluh disuruh gurunya melihara sapi dan kambing. Beliau terima titah gurunya itu sebagai penghormatan kepada guru. Beliau sadar bahwa ilmu dari gurunya akan berhasil diperoleh apabila sang guru rida kepada muridnya. Inilah yang dicari Kiai Hasyim, yakni keridaan guru. Beliau tidak hanya berhadap ilmu teoretis dari Kiai Kholiltapi lebih dari itu, yang diinginkan adalah berkah dari Kiai Kholil Bangkalan.

Suatu hari, seperti biasa Kiai Hasyim setelah memasukkan sapi dan kambing ke kandangnya, Kiai Hasyim langsung mandi dan salat Ashar. Sebelum sempat mandi, Kiai Hasyim melihat gurunya, Kiai Kholil termenung sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati sang guru. Maka diberanikanlah oleh Kiai Hasyim untuk bertanya kepada Kiai Kholil.

“Ada apa gerangan wahai guru kok kelihatan sedih,” tanya Kiai Hasyim kepada Kiai kholil Bangkalan.

”Bagaimana tidak sedih, wahai muridku. Cincin pemberian istriku jatuh di kamar mandi. lalu masuk ke lubang pembuangan akhir (septictank),” jawab Kiai Kholil dengan nada sedih.

Mendengar jawaban sang guru, Kiai Hasyim segera meminta izin untuk membantu mencarikan cincin yang jatuh itu dan diizini. Langsung saja Kiai Hasyim masuk ke kamar mandi dan membongkar septictank.

Bisa dibayangkan, namanya septitank dalamnya bagaimana dan isinya apa saja. Namun Kiai Hasyim karena hormat dan sayangnya kepada guru tidak pikir panjang. Beliau langsung masuk ke septitank itu dan dikeluarkan isinya. Setelah dikuras seluruhnya, dan badan Kiai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin milik gurunya berhasil ditemukan.

Betapa riangnya sang guru melihat muridnya telah berhasil mencarikan cincinnya itu. Sampai terucap doa: “Aku rida padamu wahai Hasyim, Kudoakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau akan menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu”.

Demikianlah doa yang keluar dari KH. Kholil Bangkalan.Tiada yang memungkiri bahwa di kemudian hari, Kiai Hasyim menjadi ulama besar Disamping karena Kiai Hasyim adalah pribadi pilihan, beliau mendapat “berkah” dari gurunya karena gurunya rida kepadanya.

Biografi Mama Gentur

Biografi KH. Ahmad Syathibi Al-Qonturi (Mama Gentur)
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat

2.1.1    Pesantren Keresek
2.1.2    Pesantren Bojong
2.1.3    Pesantren Gudang
2.1.5    Pesantren di Mesir
2.2       Guru-Guru Beliau

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Karya
4.1       Karya-karya Beliau

5          Referensi

1.  RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA

1.1 Lahir
KH. Ahmad Syathibi bin Muhammad Sa'id Al-Qonturi atau yang kerap disapa dengan Mama Gentur lahir sekitar tanggal 12-18 tanpa diketahui secara pasti bulan dan tahun kelahirannya di Kampung Gentur, Warungkondang, Cianjur, Jawa Barat.

Beliau merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Mama H. Muhammad Sa’id dan Ibu Hj. Siti Khodijah. Saudara-saudara beliau diantaranya, Hj  Ruqiyah (pengajar Pondok Pesantren Cipadang, Cianjur), Mama H. Ilyas (alias Mama H. Yahya, pengajar Pondok Pesantren Babakan Bandung, Sukaraja, Sukabumi), dan adik kandung yakni Mama H. Muhammad Qurthubi (alias Mama Gentur Kidul, pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur).

Nama kecil beliau adalah Adun, setelah pulang dari Mekkah namanya diganti menjadi Dagustani. Namun, nama masyhurnya sekarang yaitu KH.  Ahmad Syathibi atau biasa disebut sebagai Mama Gentur kata orang sunda yang jadi anak muridnya.

1.2 Riwayat Keluarga
KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) memiliki dua istri Ibu Hajjah Siti Nafi'ah dan Ibu Hajjah Siti Sholihah dan dikaruniai 7 anak, 5 Laki-laki dan 2 perempuan diantaranya adalah:

  1. Mama Haji Hidayatullah (Aang Baden) - Pengajar Pondok Pesantren Picung, Warungkondang, Cianjur.
  2. Mama Haji Rohmatullah (Aang Eyeh) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  3. Mama Haji Hasbullah (Aang Abun) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  4. Mama Haji Abdul Qodir (Abuya Qodir) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  5. Mama Haji Abdul Haq Nuh (Aang Nuh) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  6. Ibu Hajjah Siti Aminah (Ibu Hajjah Mas Noneh) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  7. Ibu Hajjah Mas Ucu Qoni'ah - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.

1.3 Wafat
KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) meninggal di Cianjur pada Rabu 14 Jumadil Akhir1365 Hijriyah, tanggal 15 Mei 1946.

2.  SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU

2.1 Mengembara Menuntut Ilmu

2.1.1. Pesantren Keresek
KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) mulai berangkat ke Pesantren Keresek. Kata Mama Keresek, “Kalau Ananda mau punya ilmu yang besar, besok mama antar ke paman mama yaitu Pangersa Mama Ajengan Muhammad Adzro’i di Bojong, sebab dalam waktu sekarang ini para sepuh yang punya ilmu yang besar di tiap kabupaten juga kebanyakan adalah yang nyantri ke paman mama tersebut, yaitu Syekh Muhammad Adzro’i, Bojong, Garut”. Mama Gentur menginap semalam di Keresek, besoknya kemudian diantarkan ke Pesantren Bojong.

2.1.2. Pesantren Bojong
Diceritakan waktu pertama masuk ke Pesantren, oleh guru di pesantren disumpah jikalau tidak mempunyai ilmu sihir. Kemudian beliau melaksanakan sumpahnya tanda tidak memiliki ilmu sihir. Kemudian barulah beliau diterima sebagai murid di Pesantren. Makanan yang biasa beliau makan selama di pesantren cukup dengan talas yang dicuilkan ke dalam sambel roay, tidak pernah makan yang enak dengan rupa-rupa makanan.

Ketika mendapati masalah kitab yang susah difaham, beliau langsung menghadiahi mualifnya dengan makanan dan aurod shalawat. Hanya dalam waktu 40 hari mondok di Bojong beliau sudah hafal kitab Yaqulu (Nazom Maqsud, dalam ilmu shorof), Kailany (ilmu shorof), Amrithy (ilmu nahwu), Alfiyah (ilmu nahwu dan shorof), Samarqondy (ilmu bayan), dan Jauhar Maknun (ilmu ma’ani, bayan dan badi).

Keunggulan Pesantren Bojong, Garut adalah para santri yang belajar di pesantren tersebut jika sudah belajar selama dua tahun biasanya akan jadi Al-‘Alim al-‘Allamah. KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) menetap di Pesantren Bojong hanya selama satu tahun hingga akhir bulan Sya’ban, karena disuruh gurunya, yaitu Syekh Muhammad Adzro’i untuk menemani Kiyai Muhammad Rusdi atau Kiyai Rusdi berguru ngaji di Pesantren Gudang – Tasikmalaya sekarang, yang sudah menetap selama empat tahun.

Kiyai Rusdi merupakan salah satu santri Bojong, disaat KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) mulai mondok di Pesantren Bojong tersebut Kiyai Rusdi sudah genap tiga tahun. Ketika Ajengan Muhammad Rusdi sudah genap dua tahun di Bojong juga oleh gurunya yaitu Syekh Muhammad Adzro’i sudah disuruh muqim sebab sudah Allamah, hanya saja ayahnya dan kakeknya belum mengizinkan.

Sebab menurut pendapat kakeknya yaitu Syekh Utsman berkata kepada Syekh Muhammad Adzro’i, Bojong, “Ajengan khawatir masih remaja, baru usia 17 tahun entar jadi Kiyai nunggul dan takut kasar bahasanya.” Kemudian dijawab oleh Mama Bojong, “Tidak akan jadi Kiyai nunggul Mang Haji, saya yang bertanggungjawab, bahkan santrinya juga putra-putra saya dan santri-santri saya.” Kemudian dijawab lagi oleh kakeknya, “Ajengan semoga berkenan untuk menambah lagi ilmunya kepada cucuku itu, agar cucuku itu ilmunya semakin bertambah matang, fahamnya semakin bertambah jenius.”

Maka kemudian Mama Bojong bersedia untuk mengajar Kiyai Muhammad Rusdi lagi. Ketika Ajengan Muhammad Rusdi sudah genap empat tahun di Bojong sedangkan Mama Gentur sudah genap satu tahun. Dari situ Kiyai Rusdi disuruh ngaji ke Mama Syuja’i, Gudang, Tasikmalaya, ditemani oleh KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur).

2.1.3. Pesantren Gudang
Menurut penuturan KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur), Mama Gudang jika sedang mengajar dihadapan Kiyai Rusdi dagu dan badan beliau bergetar dikarenakan sungkan akan ilmunya Kiyai Rusdi. Bahkan, Mama Gudang berkata kepada KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur), “Katakan kepada Ki Rusdi segeralah bermukim. Bukankah Kang Adzro’i pun sudah menyuruhnya dan sudah ada dalam ridho guru?” Kemudian KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) menyampaikan amanat dari gurunya itu dengan sebisa-bisa bicara kepada Ajengan Muhammad Rusdi. Namun, tetap saja ayah dan kakeknya belum juga menyetujuinya.

Kemudian Kiyai Rusdi setelah mondok di Gudang selanjutnya pindah lagi ke Syekh Muhammad Shoheh, Bunikasih, Cianjur yang disebut Ba’dul Ikhwan oleh SyekhIbrahim al-Bajuri dalam kitab Tijan. Syekh Muhammad Shoheh, Bunikasih, Cianjur dan Syekh Muhammad Adzro’i, Bojong, Garut adalah teman sepondok sewaktu ngaji di Syekh Ibrahim al-Baijuri. Mama Gentur terus menetap di Gudang hingga sembilan tahun lamanya.

Waktu mondok pesantren di Gudang, beliau pernah ziarah ke makam kubur di Geger Manah. Sebelumnya beliau puasa dulu selama empatpuluh hari baru berangkatlah ke Geger Manah dan langsung mendatangi juru kunci makam. Beliau disambut di rumah kuncen sembari ditanya perihal maksud dan tujuannya, yaitu hendak ziarah tabaruk di makam keramat. Kemudian diantarlah beliau menuju makam keramat tersebut. Kira-kira jam empat Subuh beliau pulang dari makam dan balik lagi ke tempat kuncen, kemudian kuncen menjamunya dengan rupa-rupa makanan.

Selesai makan, beliau bertanya kepada kuncen, “Mang, malem tadi ada hujan kesini gak?” Jawab kuncen, “Ah, gak ada. Memangnya ada apa Ajengan?” Kuncen agak heran. “Waktu saya di makam sedang ziarah tiba-tiba ada hujan yang besar sekali, petir menyambar-nyambar disertai angin yang sangat kencang. Saya melihat pohon kayu yang amat besar merunduk-runduk ke tanah seperti mau runtuh, tumbang.” Kuncen bertanya, “Terus ada apa lagi?” Jawab KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur), “Ah rahasia, saya gak sanggup menceritakannya.”

Di malam itu kata penduduk kampung ada suara ayam berkokok yang terdengar jelas oleh semuanya, sedangkan di kampung tersebut tidak ada yang punya ayam yang suaranya seperti itu. Semuanya kaget akan suara ayam tersebut, kemudian diselidiki darimana sumbernya suara. Ternyata yakin bahwa suara ayam tersebut berasal dari atas pasir (sunda : bukit atau gunung kecil), tempat makam yang diziarahi oleh Pangersa Mama Gentur. Kata KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur), “Setelah 9 tahun di Gudang kemudian Mama berangkat ke Mekkah ngaji ke Syekh Hasbullah.

2.1.4. Pesantren di Mekkah
Pertama ngaji di Syekh Hasbullah banyak yang menyepelekannya. Suatu hari, Syekh Hasbullah berkata kepada murid-muridnya, kira-kira begini artinya, “Besok hari Rabu kita akan mulai ngaji kitab Tuhfatul Muhtaj, tapi sebelumya kalian muthala’ah dulu kitabnya. Hasil muthala’ah tuliskan dalam buku masing-masing. Besok semua harus hadir dan bawalah hasil tulisan tersebut. Besoknya Syekh Hasbullah memeriksa buku murid-muridnya. Ketika melihat buku tulisan Mama, Syekh Hasbullah tertegun, kemudian buku KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) dipisahkan dan melanjutkan pemeriksaannya.

Setelah selesai, Syekh Hasbullah berkata, “Ngaji Tuhfah batal sebab gak pantas Syatibi ngaji kepada saya, bahkan seharusnya saya yang ngaji ke KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur). Masalah yang belum sampai saya muthala’ah, dalam buku KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) sudah ada. Saya gak sanggup mentaswirkan kitab dihadapan KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur). Tetapi, oleh sebab semuanya meminta untuk diteruskan, dan juga Mama memohon supaya diteruskan biarpun dibaca hanya lafadznya, maka barulah Syekh Hasbullah bersedia walaupun cuma lafadznya hingga tamat.

Kata KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur), “Ilmu yang dipakai muthala’ah kitab tuhfah tersebut adalah sebagian ilmu yang diterima dari Syaikhuna Bojong.” Inilah ciri Allamah-nya Syaikhuna Bojong, Garut. Sewaktu di Mekkah, KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) suka shalat didepan baitullah, para askar sudah pada tahu dan memberi isyarat kepada jama’ah yang lain supaya ada tata hormat kepada beliau sembari berkata, “Hadza ‘Ulamaul Jawa”.

2.1.5. Pesantren di Mesir
Setelah sekian lama di Mekkah, kemudian beliau berangkat ke Mesir dengan maksud mau melanjutkan thalab ilmunya. Namun, Ulama Mesir sama berkata, “Sudah tidak ada guru buat KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur)”. Hanya ada satu ulama ahli qiro’at Qur’an yang berasal dari Indonesia juga yang bermuqim di Mekkah, yaitu dari Pulau Bawean. Selanjutnya mereka saling menggurui. KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) mengajar ilmu Mantiq, ulama Bawean mengajar ilmu Qiro’at.

Sesudah KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) mukim di Mekkah selama tiga tahun, kata satu riwayat kemudian ada utusan dari Syekh Muhammad Shoheh, Bunikasih, Cianjur. Amanatnya, “Katakan kepada Syatibi segeralah pulang kemudian mukim di Cianjur, sebab di daerah Tatar Pasundan sudah tidak ada lagi yang kuat untuk jadi pemimpin dan tauladan dari pengamalan ilmu yang sebenarnya.

2.1.6. Pesantren Bunikasih
Kemudian KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) pulang ke Cianjur melanjutkan mengaji ke Syeikh Shoheh Bunikasih, kemudian mukim di Gentur. Sebelum muqim, beliau membaca Shalawat Nariyyah terlebih dahulu sebanyak 4444 kali dengan maksud supaya mukimnya ditambah-tambah ilmu dan tambah-tambah manfaatnya.

Cara Mama Gentur dalam menyebarkan ilmunya yaitu beliau tidak pernah mengajarkan suatu ilmu kepada murid-muridnya kecuali telah ia amalkan terlebih dahulu. Seperti beliau mengijazahkan shalawat untuk umum sesudah diamalkan terlebih dahulu selama 40 tahun. Beliau pernah diminta mengaji kitab Tuhfah Muhtaj, sebelum belajar mangaji beliau puasa dulu selama empatpuluh hari.

Jika makan, beliau cukup di mangkok dengan garam. Beliau tidak pernah makan enak sebagaimana keadaan beliau pada waktu nyantri di pesantren. Suatu ketika, beliau khusus diundang makan-makan oleh “Om Muharam”. Ia adalah seorang saudagar kaya raya di Cianjur. Segala makanan dan minuman disediakan. Namun, yang dimakan beliau cuma sedikit nasi yang dicuilkan ke garam saja. Begitulah menu beliau makan selamanya. Cuma pernah sesekali makan agak beda, termasuk mewah menurut beliau yaitu waktu makan dengan pepes burayak (ikan kecil) hasil ternak beliau, sebab kasab beliau yaitu ternak telur ikan hingga jadi burayak.

Malah, suatu ketika KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) berternak telur ikan di kolam. Ketika sudah jadi burayak, tidak biasanya waktu itu bibit telur jadi dan mulus semuanya. Dari situ Mama memanggil pekerjanya yang bernama Ki Yusuf. Kata beliau, “Suf, coba kesini bawa cangkul!” Ki Yusuf menjawab, “Ada apa, Kang?” Kata Mama Gentur, “Kamu lobangi pinggir kolam ini, kemudian buanglah sebagian airnya!” Ki Yusuf heran, “Kalau begitu bukankah burayaknya pasti pada kabur, Kang?” Kata KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur), “Iya sengaja biar pada kabur ikan-ikannya takutnya ini istidraj karena sadar diri belum bisa ibadah”. Setelah terbuang sebagian air dan ikan-ikannya, barulah Ki Yusuf disuruh menutup kembali lubang air tadi.

2.2 Guru-Guru Beliau
Guru-guru KH. Ahmad Syathibi Al-Qonturi saat menuntut ilmu saat beliau masih muda adalah:

  1. Syekh Muhammad Adzro’i
  2. Syekh Hasbullah
  3. Syeikh Shoheh Bunikasih

2.3 Mendirikan dan Mengasuh Pengasuh Pesantren
KH. Ahmad Syathibi (Mama Gentur) pulang ke Cianjur dan mukim di Cianjur dan melanjutkan mengaji ke Syekh Soheh Buni Kasih dan menetap di Gentur. Namun memutuskan untuk menetap dan mendirikan pesantren. Dalam menyebarkan ilmu agama Mama Gentur tidak pernah menyebarkan ke santri-santri kecuali yang sudah diamalkan.

3.  PENERUS BELIAU

3.1 Anak-anak Beliau
Anak-anak beliau yang menjadi penerus beliau dalam pengajaran ilmu di pesantren adalah:

  1. Mama Haji Hidayatullah (Aang Baden) - Pengajar Pondok Pesantren Picung, Warungkondang, Cianjur.
  2. Mama Haji Rohmatullah (Aang Eyeh) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  3. Mama Haji Hasbullah (Aang Abun) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  4. Mama Haji Abdul Qodir (Abuya Qodir) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  5. Mama Haji Abdul Haq Nuh (Aang Nuh) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  6. Ibu Hajjah Siti Aminah (Ibu Hajjah Mas Noneh) - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.
  7. Ibu Hajjah Mas Ucu Qoni'ah - Pengajar Pondok Pesantren Gentur, Warungkondang, Cianjur.

3.2 Murid-murid Beliau
Beliau memiliki banyak murid, kurang lebih tiga ribu muridnya yang menjadi ulama besar, antara lain.

  1. Syekh Tubagus Ahmad Bakri (Mama Sempur),Plered,Kabupaten Purwakarta
  2. Syekh Ahmad Eumed (Mama Cimasuk),Karangpawitan,Kabupaten Garut
  3. Syekh Zinal 'Alim (Mama Haur Kuning)
  4. Syekh Muhammad 'Umar Bashri (Mama Fauzan),Sukaresmi,Kabupaten Garut
  5. Syekh 'Izzuddin (Mama Cibatu),Cisaat,Kabupaten Sukabumi
  6. Syekh Zain Abdusshomad (Mama Gelar),Cibeber,Kabupaten Cianjur
  7. Syekh Muhammad Hasbullah (Mama Babakan Bandung),Sukaraja,Kabupaten Sukabumi
  8. Syekh Fudholi (Mama Gentong),Cisaat,Kabupaten Sukabumi
  9. Syekh Abdusshobur (Mama Gunung Sumping),Palabuhanratu, Kota Palabuhanratu
  10. Syekh Ahmad 'Inayatullah (Mama Warudoyong),Warudoyong,Kota Sukabumi
  11. Syekh Hulaimi (Mama Darmaga),Bojongpicung, Kabupaten Cianjur
  12. Syekh Abdullah (Mama Jeungjing),Sukaraja,Kabupaten Sukabumi
  13. Syekh Muhammad Syuja'i (Mama Ciharashas),Cilaku,Kabupaten Cianjur
  14. Syekh Ahmad 'Izzuddin (Mama Kubang),Cibeber,Kabupaten Cianjur
  15. Syekh Sayuthi (Mama Pawenang),Nagrak,Kabupaten Sukabumi
  16. Syekh Ahmad Rosyadi (Mama Cipelang),Cijeruk,Kabupaten Bogor
  17. Syekh Muhammad Syafi'i (Mama Cijerah),Bandung Kulon, Kota Bandung
  18. Syekh Fakhruddin (Mama Sungapan),Cibeureum,Kota Sukabumi
  19. Syekh Ahmad Jajang Jubaidi (Mama Cijambu),Cigombong,Kabupaten Bogor
  20. Syekh Hasan Bashri (Mama Obay Kampungsawah),Jayakerta,Kabupaten Karawang
  21. Syekh Abdullah Nuh (Mama Cimanggu),Kota Bogor
  22. Syekh Sanja (Abuya Kadukaweng), Kaduhejo,Kabupaten Pandeglang
  23. Syekh Hambali (Mama Gasol Kaler),Cugenang,Kabupaten Cianjur
  24. Syekh Sya'roni (Mama Gasol Kidul),Cugenang,Kabupaten Cianjur
  25. Syekh Ahmad Dimyathi (Mama Kedung),Ciranjang,Kabupaten Cianjur
  26. Syekh Hasan Hariri (Mama Cipriangan),Sukalarang,Kabupaten Sukabumi
  27. Syekh Hasan Musthofa (Mama Cilember),Cisarua,Kabupaten Bogor
  28. Syekh Zarnuji (Mama Pamuruyan),Cibadak,Kabupaten Sukabumi
  29. Syekh 'Izzuddin (Mama Cijambe Fauzan),Warudoyong,Kota Sukabumi
  30. Syekh Hasan Bolang (Mama Cijambe),Bantargadung, Kota Palabuhanratu
  31. Syekh Sya'roni (Mama Cigadog),Sukaraja,Kabupaten Sukabumi
  32. Syekh Ahmad Basuni (Mama Baros),Karangtengah, Kabupaten Cianjur
  33. Syekh Yasin (Mama Cikadu),Palabuhanratu, Kota Palabuhanratu
  34. Syekh Bandaniji (Mama Sadamaya),Cibeber,Kabupaten Cianjur
  35. Syekh Muhyiddin (Mama Wangon),Ciawi,Kabupaten Bogor
  36. Syekh Badruddin (Mama Cariu),Cugenang,Kabupaten Cianjur.

4.  KARYA

4.1 Karya-karya Beliau
Semasa hidupnya, Mama Gentur mengarang  kitab kurang lebih sekitar 80 kitab, berbahasa Arab dan Sunda. Diantaranya adalah :

  1. Sirojul Munir (dalam ilmu fiqih)
  2. Tahdidul ‘Ainain (dalam ilmu fiqih)
  3. Nadzom Sulamut Taufiq (dalam ilmu fiqih)
  4. Nadzom Muqadimah Samarqandiyah (dalam ilmu bayan)
  5. Fathiyah (dalam ilmu bayan)
  6. Nadzom Dahlaniyah (dalam ilmu bayan)
  7. Nadzom ‘Addudiyah (dalam ilmu munadzoroh)
  8. Nadzom Ajurumiyah (dalam ilmu nahwu)
  9. Muntijatu Lathif (dalam ilmu shorof)

Sebagian karangannya dalam ilmu bayan ada yang menyebar sampai Tanah Arab. Para Ulama Arab dan Mesir banyak yang membaca hasil karya beliau dan memujinya seraya berkata, “Ternyata di Tanah Jawa ada juga ulama yang luas ilmunya”.

5.  REFERENSI

  1. Qoidatul Muhtaj – Menceritakan sedikitnya riwayat Mama Sepuh Gentur dengan para Masyaikil Kirom dan lainnya waktu menimba ilmu.
  2. Ar-Risalatul Qonturiyah Fi Manaqibisy Syaikhil ‘Alimil ‘Allamatil Kamilil Waro’i, Al-Hajji Ahmad Syathibi Al-Qonturi Asy-Syanjuri Al-Jawi
  3. Tashilul Hilali Fi Manaqibi Mama Ahmad Syathibi
  4. https://ltnnujabar.or.id

Biografi H. Ali Imron Arqom Lemburawi Bandung

Biografi Ajengan Ali Imron

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Wafat

2.2       Guru-guru Beliau

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4          Karier
4.1       Riwayat Organisasi
4.2       Karier Beliau

5.         Chart Geneology

6         Referensi

1 RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA

1.1  Lahir
KH Ali Imron bin KH Muhammad Faqih merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Baitul Arqom, Lembur Awi, Kabupaten Bandung. Ia lahir pada Rabu 15 Oktober 1936, merupakan putra ke empat dari sembilan bersaudara dari pasangan mama KH. Muhammad Faqih dan Hj Maryamah.

1.2  Riwayat Keluarga

Beliau melepas lajangnya dengan menikah  dengan Hj Hamidah ( Putri dari Hadrotussyaikh Mama KH Ruhiat Pesantren Cipasung Tasikmalaya ) dari buah pernikahan beliau dikaruniai 11 Putra-Putri  :

   1. H Ahmad Faisal Imron
   2. H Ahmad Fauzi Imron
   3. H Ahmad Luthfi Imron SH.i
   4. H Ahmad Fahmi Mubarok
   5. Hj N Eli Alawiyyah
   6. Ahmad Makky Imron ( Alm )
   7. H Ahmad Fuad Ruhiat
   8. Hj N Nur Aisyah
   9. Hj N Zia Mahmudah
   10. Hj N Ema Maryamah
   11. Ahmad Win Khotimy ( Alm )

1.3  Wafat
Pada hari senin 28 Rabiul Tsani 1426 H, tepatnya 6 juni 2005. Pak Haji berpulang ke Rahmatullah pada pukul 16.30 WIB.

2  SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU

2.1   Mengembara Menuntut Ilmu
Selepas mengenyam pendidikan di SR (Sekolah Rakyat) di Leuburawi, Ciparay, pada tahun 1948. Pak Haji, sapaan masyarakat setempat, atau pada waktu kecil lebih akrab dengan panggilan “Aceng”, meneruskan sekolah serta mondok di Pondok Pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi selama 3 tahun, dan mengikuti pesantren kilat (pasaran) di beberapa pesantren ternama di Sukabumi, Cianjur, dan Bogor.

Rasa haus akan ilmu telah mendorong beliau keluar dari Gunung Puyuh, untuk meneruskan pengembaraan ilmiyahnya ke pondok pesantren Al-Islamiyah Menes Pandeglang Banten. Pada tahun 1951-1952, beliau pernah tercatat sebagai salah satu mahasiswa di Akademi Bahasa Asing di Cikini Raya, Jakarta Pusat. Kemudian pada tahun 1952-1963 kembali menjadi santri salah satu pesantren yang sangat terkenal di Jawa Barat, yaitu Pondok Pesantren Cintawana, Singaparna.

Sewaktu mondok di sana, ia ditugaskan oleh gurunya (KH. Ishak Farid) untuk studi banding ke beberapa pondok pesantren di Jawa Tengah, Jawa Timur serta Madura. Sebagai hasil dari study banding, di pondok pesantren Cintawana pengajian santri ditetapkan dengan sistim klasikal.

    2.2  Guru-guru Beliau
    Guru-guru beliau saat menuntut ilmu, di antaranya:
    Diantara Ulama yang  menghantarkan beliau menjadi menjadi mujadid dalam pergerakan dakwah Islam sebagai berikut:
    1. KH. Sanusi
    2. KH. Muhammad Faqih
    3. KH. Ishak Farid

    2.3  Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

    Awalnya beliau mendirikan majelis Wajib Belajar sebagai cikal bakal Madrasah Ibtidaiyah Baitul Arqom pada tahun 1958. Pada tahun 1961 bersama ibunda dan kakak tercinta menunaikan ibadah haji ke Baitulloh. Pada tahun 1967 beliau mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) 4 tahun sebagai embrio berdirinya Mts dan MA Baitul Arqom. Pada tahun 1976 mendirikan sekolah Tinggi Ilmu Syahriah Filial (Kelas Jauh) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dan di tahun 1998 tepatnya 28 April beliau mendirikan pondok pesantren Al-Istiqomah, Ciparay.

    3  PENERUS BELIAU            

    3.1  Anak-anak Beliau
       1. H Ahmad Faisal Imron
       2. H Ahmad FauziImron
       3. H Ahmad Luthfi Imron SH.i
       4. H Ahmad Fahmi Mubarok
       5. Hj N Eli Alawiyyah
       6. H Ahmad Fuad Ruhiat
       7. Hj N Nur Aisyah
       8. Hj N Zia Mahmudah
       9. Hj N Ema Maryamah

    3.2  Murid-murid Beliau
    Murid-murid beliau adalah para santri di pesantren Al-Istiqomah, Ciparay

    4  ORGANISASI DAN KARIER      

    4.1 Riwayat Organisasi
     Ajengan Ali Imron selain sebagai pengasuh di pondok pesantren beliau jyga berkiprah di berbagai organisasi di antaranya:
    1. Ketua PAC GP Ansor Kecamatan Pacet (1976).
    2. Ketua MWC NU Kecamatan Pacet (1970).
    3. Pengurus Cabang NU Kabupaten Bandung (1972).
    4. Katib Syuriah PCNU Kabupaten Bandung (1979).
    5. Katib Syuriah PWNU Jawa Barat (1982).
    6. Rois Syuriah NU Kabupaten Bandung (1989-1999).
    7. Wakil Rois Syuriah NU Jawa Barat (1991-2001).
    8. Mustasysar NU Kabupaten Bandung (1999-2004).
    9. Ketua MUI Kabupaten Bandung (1991-1995).
    10. Duta BKKBN dari Indonesia bersama lima kyai ke lima negara di Timur Tengah [Tunisia, Yordania, Mesir, Saudi Arabia dan Maroko] dan kunjungan ke dua negara Eropa [Italia, Belanda] (1991).
    11. Mutasysar PWNU Jawa Barat (2001-2006).

    4.1  Karier Beliau
    Karier sesuai dengan keilmuan beliau, posisi karier yang diduduki di antaranya:
    Beliau adalah pengasuh pesantren Al-Istiqomah, Ciparay

      5.   CHART GENEOLOGY

      5.1       Chart Geneology Guru beliau
      Berikut ini contoh Chart Geneology guru beliau dapat dilihat selengkapnya melalui: Chart Geneology guru beliau

        6  REFERENSI 

        Biografi Mama Gelar Cianjur


        Biografi Mama Gelar Cianjur
        Sumber Gambar: Matan Purwakarta

        Daftar Isi Profil Mama Gelar Cianjur

        1. Kelahiran
        2. Wafat
        3. Pendidikan
        4. Keturunan
        5. Karya-Karya

         

        KELAHIRAN

        Rd. KH. Zain Abdish Shomad (Mama Gelar) lahir di Peteuy, Condong, Lebak pada tahun 1929. Mama Gelar lahir dari ayah bernama KH Subandi bin Eyang Husen bin Eyang Johar Kadupandak dan ibu Umi Hj Asiah bin Uyut Fatimah bin Eyang Arnas bin Nyimas Kararanggeng bin Aria Wiratanu Datar Cikundul.

        Mama Gelar lahir saat bulan Ramadhan tepat ketika sahur tiba. Mama Gelar juga masih mempunyai hubungan darah dengan Bupati pertama Cianjur, Eyang Dalem Cikundul.

        • Baca juga: Petani Sukses Asal Cianjur Ini Bisa Raup Rp 500 Juta dan Jadi Duta Petani Milenial

        WAFAT

        Pada tahun 1997, Mama Gelar wafat pada usia 68 tahun.

        PENDIDIKAN

        Sejak kecil Mama Gelar sudah mendapatkan Pendidikan agama oleh orang tua beliau. Mama Gelar menempuh pendidikan di Pesantren Gentur di wilayah Warungkondang. Dari tempat tinggalnya di wilayah Cibeber, Mama Gelar jalan kaki setiap hari menempuh perjalanan sekitar dua jam menuju Pesantren Gentur. Setelah itu Mama Gelar juga sempat mondok di Cibitung, Bandung. Selesainya menimba ilmu dari Mama Cibitung, Mama Gelar menikah dengan putri gurunya, Abuya Qadir dari Gentur.

        Setelah beberapa tahun menikah, Mama Gelar pergi ke tanah suci untuk menjalankan ibadah haji. Namun, saat keberangkatan istri beliau wafat, padahal Mama Gelar baru sampai dermaga Cirebon dan Mama Gelar memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanannya.

        Setelah selesai menjalankan ibadah hajinya, Mama Gelar tidak langsung pulang ke tanah kelahirannya, beliau menemui seorang guru untuk meneruskan pendidikannya. Guru tersebut bernama Al-Alim Al-Alamah Assayyid Al Habib Alwi Ibnu Al-Maliki Makkah Saudi Arabia. Tidak mudah untuk Mama Gelar menjadi murid Sayyid Alawi Al Maliki, beliau harus menerima banyak cobaan untuk menjadi murid dari guru besar itu. Kepada Abuya Sayyid Alwi Al-Maliki, Mama Gelar belajar selama empat tahun di sana.

        Setelah pulang dari Makkah, Mama Gelar mendirikan Pesantren Gelar yang sebelumnya di daerah Petey Condong dan didirikan oleh Kakeknya, yaitu Mama Ibrahim. Beliau diberikan tanah wakaf untuk didirikan pondok pesantren, masjid dan madrasah.

         

        KETURUNAN

        Buah dari hasil pernikahan Mama Gelar dikaruniai 9 anak, yang terdiri 4 anak laki-laki dan 5 anak perempuan:

        1. KH. Dadang Darussalam
        2. Ibu Hj. Aliyah Maryam
        3. KH. Muhammad Faisal
        4. Ibu Hj. Riwawah (alm)
        5. Ibu Hj. Iyang Sobariyah
        6. KH. Hubban Zein
        7. Ibu Hj. Muslimah
        8. Ibu Hj. Siti Rahmah
        9. KH. Gibban Zein

        KARYA-KARYA

        Selain mengabdi untuk mengurusi masyarakat dan mengajar santri, Mama Gelar juga menulis beberapa kitab, diantaranya yang sudah disusun oleh pihak keluarga adalah kitab Hirjul Mandum dan beberapa tulisan lainnya. Namun pihak keluarga belum mengumpulkan secara utuh karya-karya beliau.

        Tidak hanya ajaran dan kitabnya, Mama Gelar juga terkenal dengan pencak silat yang di adopsi dari pencak silat Cimande, dan beladiri ini diajarkan secara turun temurun.

        Sumber kopas: Biografi Mama Gelar Cianjur | Profil Ulama › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman

        Videoku..... Juni 2023



         










        Rama Mang Sarip - Pa Ibah - Mayun Ka Alloh

         






        Perjalanan PATI | Jajap Sekolah

        Perjalanan PATI | Jajap Sekolah dan Mondok

        Neng Shulha dan De Rodhwa











        Posting Populer

        Duridwan TeA Google Arsip

        Tampil Ful Skrin

        Tampilan penuh layar

        Klik tombol "Penuh" untuk mode ful skrin. Tutup dengan cara klik tuts "Esc" di kibot, atau dengan mengklik tombol "Normal" saja.

        Penuh Normal

        Materi artikel

        DRLabel

        'Urwah ۝۞ دعاء الأوراد ۞۝ 1drive 2019 3Dwarehouse Abaib Academia AdminisGuru Adzan AKGTK Akrab 9497 AkselelatorDRc Aksioma Alfa Aljamal Anakku Android Apache API Aplikasi Aplikasi Online Aplikasiku aqidah aqo'id Arsiper Arudl ASPnet Atribusi Attaqwa Audacity Audio Aurod AutoCAD ba'da sholat Ba'diyah Babad Bahasa Indonesia Balaghoh Baleomol Banner basund Belajar.id Biantara bilibiliTV bing.com Biografi Bisikan Bisnis Blog blogku Bluestack BMTT Bola Dunia Boxmode BUKU C++ Caknun Canva Capcut CData Cerita Chanel Cijagong Copast Coreldraw;Koreldrow cortang CPANEL cv Daftar Isi Daftar Tamu Dailymotion Dakwah Daring db515TB Dek@t Dikdasmen Diktat Do''a Domainesia dongeng Download DRctvone DRcVivaTV DRlink drSoftaculous Duridwancijag duridwanMI E-Book Earth eDGe Edmodo Edwin ekstensi Emulated Epson eSDeKU Excel Facebook Fafa Belajar favicon FB FBwatch Fikih Film FKGN FKSS Flickr ftf ftp Gambar Gaweku GDexcel GDrive GDword Gif Giphy Github Goguru googele Gosiswawi GS v2 Gudang Gif GuMeng Guru Hotmail HP HUDHUD ATTWITERI humor iframe IHTT IIS IKBAL ikonku Ilham Ilmu Waris Imam Mahdi Iman imrithi imtihan Inlislite ips Ips siswa irkhash Ishol Israel Jackie Chan JadwalHirup Jendelatea Jurumiah Kaamengan Kaldik karuhun Kasintu Kasyif Kemdak Kenangan Kepesantrenan KHMZ Khutbah Idul Adha Khutbah Jum'at Kitab Koneng KlaudiAwan KMS KodeBlok Koding Komentarku konsorsium Kristen KSM KSM_24 kulsub Kumer Kutab Kuning Lalogin Laporan link lirik sunda Literasi LKSATA Logo Lokasi LTNU Malaikat Mama Gelar mapel Mapel Plus marawis materi ajar materi ips materi sunda Mediafire Menu Mulai Messenger meta Metode Belajar MGMP MTS Mi.co.id Microsoft Mikrosoft Word MKKS MKSS MKT Modul MoU Movie MTs. Mushaf Sunda Mvs Nabi nadhom nahwu Nashoih Nasihat Pernikahan Nasrudin Hoja Nasyid NewTabTvSearch Ngablog ngaDOS Ngaji Pontren Nganet Ngaos ngaweb Ngimel Ngobrol Solat ngobrolgurutea ngoding Ngoleksi Nikah Nonton Nubuwwah NUPTKku Nyekrip Nyitus OderPejKu Office office 2010 Office.co.id Offidocs ome Ome.TV omeaeun Onedrive Opis OpisTeA Oracle OSIS Outlook Pakakas Pamilarian PaperDropboxTeA PAS PAS S1 PAT pdf Penahexa Penilaian Perangkat Guru Peringatan Nabi perpus Perpusdig PHBI photo Phyton Pintarkem PKKM PKKS PKSS PohonKeluarga Ponpes Portabel Post WA PPDB PPKKS Prkt Ltk Program Files Proker Proposal Prosem Prota PTS PTS S1 publikteaqta Pupujian Quran Sunda Rapat RDM Removal renungan RFC RidsyafTeA Risalah Risalah Sholat RKS Rohbiyah Romadlon Romadon Rumus Rumus;PHP; RumusHead s.idku Safari Santif Sanusi segitiga Sekolah seren tampi Sertifikat sholat Shopee Shorof sifat_20 Silaturahmi Simdif SIMPATIKA sinopsis siswa sitegog Skenario Belajar Sketchup SketsaupTeA Slayid SMA Soal Soanten Software SoraTeuPerluNinggal StoryTelling Suara Sukapura sumputkeun sunda syare'at Ta'lim tabir mimpi Tadabbur tadarrus TafkarMart Tahajud Tahlil Tasbeh Taskbar Tauhid Tawasul Tema Blog tenor.com Terjemah tiktok TimTeA tips n trick Trik Tsaqifah tulisan TV Nasional Twitter Usaha Vektor Video Video Player Video;Edit Video;Rara VideoPost vidio w3s WA - AYT wahyu Wali Walimahan Wallpaper wayang WeA Windows Wirid Witir word Wordpress WordTeA WorldBank WP WPS WS XLS DRcjgTeA Yahoo yandexck Yapista link YT ytDuridwanSunda YTstudio Yutub ZIP Zoom سلاح الدعوة
        ×
        Judul