DRgrtea

Medsos DRcjgrTeA

Media Sosial Duridwangurunatafkar

Alih Bahasa

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

DRMenuNavigasiBar

menunavngampar

Selasa, 20 Juni 2023

Biografi KH. Wahid Hasyim

Biografi KH. Abdul Wahid Hasyim
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi Profil KH. Wahid Hasyim

1.1     Lahir
1.2     Wafat
1.3     Riwayat Keluarga

2        Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.2     Guru-Guru Beliau

3       Jasa dan Karya

4       Kisah Teladan

5       Penghargaan
6       Referensi

 

1.  RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA

1.1 Lahir
KH. Abdul Wahid Hasyim merupakan anak kelima dari 10 orang anak dari pasanganKH. Hasyim Asyari dengan Nyai Nafiqah binti Kyai Ilyas. Wahid Hasyim  lahir di Jombang, pada hari Jumat legi, Rabiul Awwal 1333 H, atau 1 Juni 1914 M, ketika di rumahnya sedang ramai dengan pengajian.

Silsilah KH. Abdul Wahid Hasyim dari jalur ayah ini bersambung hingga Joko Tingkir. Nasab leluhurnya dimulai dari KH. Hasyim Asyari Putra dari Halimah, Putra Layyinah, Putra Sihah, Putra Abdul Jabar, Putra Ahmad, Putra Pangeran Sambo, Putra Pengeran Benowo, Putra Joko Tingkir (Mas Karebet), Putra Prabu Brawijaya V (Lembupeteng). Sedangkan dari pihak ibu, silsilah tersebut betemu di Sultan Brawijaya V.

Adapun kelima belas putra dan putri KH. Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah binti Kyai Ilyas diantaranya adalah Abdul Wahid Hasyim, Muh ammad Ya’kub, Khoiriyah, Ubaidillah, Mashurroh, Abdul Hakim, Abdul Qodir, Azzah, Muhammad Yusuf, Chotijah, Abdul Karim, Fatimah, Aisyah, Hannah, dan Abdullah.

1.2 Wafat
Tanggal 19 April 1953 merupakan hari berkabung. Waktu itu hari Sabtu tanggal 18 April, KH. Abdul Wahid Hasyim bermaksud pergi ke Sumedang untuk menghadiri rapat Nahdlatul Ulama (NU). Berkendaraan mobil Chevrolet miliknya.

Pada saat itu, Wahid Hasyim duduk di jok belakang bersama Argo Sutjipto dan putra sulungnya, Abdurrahman ad-Dakhil.

Pada waktu itu, sekitar daerah Cimahi dan Bandung waktu itu diguyur hujan. Lalu lintas di jalan Cimindi, sebuah daerah antara Cimahi-Bandung, cukup ramai. Sekitar pukul 13.00, ketika memasuki Cimindi, mobil yang ditumpangi KH. Abdul Wahid Hasyim bannya mengalami selip dan sopirnya tidak bisa menguasai kendaraan. Di belakang Chevrolet nahas itu banyak iring-iringan mobil. Sedangkan dari arah depan sebuah truk yang melaju kencang terpaksa berhenti begitu melihat ada mobil zig-zag karena selip dari arah berlawanan.

Karena mobil Chevrolet itu melaju cukup kencang, bagian belakangnya membentur badan truk dengan keras. Saat terjadi benturan, KH. Abdul Wahid Hasyim dan Argo Sutjipto terlempar ke bawah truk yang sudah berhenti. Keduanya luka parah. KH. Abdul Wahid Hasyim terluka bagian kening, mata serta pipi dan bagian lehernya. Sementara sang sopir dan Abdurrahman tidak cidera sedikit pun. Sedangkan mobilnya hanya rusak bagian belakang.

Lokasi kejadian kecelakaan tersebut memang agak jauh dari kota. Karena itu usaha pertolongan datang sangat terlambat. Baru pukul 16.00 datang mobil ambulan untuk mengangkut korban ke Rumah Sakit Boromeus di Bandung.

Selama menunggu mobil ambulanKH. Abdul Wahid Hasyim dan Argo Sutjipto sudah tidak sadarkan diri, bahkan setibanya di rumah sakit, kondisi beliau berdua masih belum bisa sadar. Hingga pada pukul 10.30 WIB hari Ahad, 19 April 1953, KH. Abdul Wahid Hasyim dipanggil ke hadirat Allah Swt, pada usia 39 tahun. Setelah beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 18.00 WIB, Argo Sutjipto menyusul menghadap Sang Khalik.

Atas wafatnya KH. Abdul Wahid Hasyim, maka berdasarkan Surat keputusan Presiden Republik Indonesia No. 206 tahun 1964 tertanggal 24 Agustus 1964, KH. Abdul Wahid Hasyim ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, karena mengingat jasa-jasanya sebagai pemimpin Indonesia yang semasa hidupnya beliau turut berjuang sampai kemerdekaan nusa dan bangsa.

1.3 Riwayat Keluarga
KH. Abdul Wahid Hasyim mengakhiri masa lajangnya pada usia sekitar 25 tahun dengan menikahi seorang gadis yang berumur 15 tahun, yaitu Solichah binti KH. Bisyri Syamsuri seorang pendiri dan pemimpin Pesantren Denanyar, Jombangserta salah satu pendiri Nahdlatul Ulama dan pernah juga menjadi Rais Aam PBNU.

Dari perkawinan ini KH. Abdul Wahid Hasyim dikaruniai enam anak putra dan putri, diantaranya Abdurrahman ad-Dakhil (mantan Presiden RI), Nyai Hj. Aisyah Hamid Baidlowi (Ketua Umum PP Muslimat NU, 1995-2000), KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) Insinyur lulusan ITB dan Pengasuh PP. Tebuireng Jombang, Umar  Wahid dokter lulusan UI, Lily Khadijah dan Hasyim Wahid

2.  SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN

2.1 Mengarungi Ilmu Sejak Muda
KH. Abdul Wahid Hasyim kecil adalah sosok anak yang mempunyai kelebihan dengan otak yang sangat cerdas. Diusianya yang baru tujuh tahun, beliau sudah khatam al-Qur’an. Beliau belajar al-Qur’an langsung kepada ayahnya (KH. Hasyim Asyari).

Menginjak dewasa, KH. Abdul Wahid Hasyim memulai pendidikanya dengan belajar di bangkuMadrasah Salafiyah di Pesantren Tebuireng. Pada usia 12 tahun, atau setelah selesai dari di bangku madrasah, beliau diminta oleh ayahnya untuk membantu mengajar adik-adiknya dan anak-anak seusianya.

Sebagai anak tokoh, KH. Abdul Wahid Hasyim tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah Pemerintah Hindia Belanda. Beliau lebih banyak belajar secara otodidak. Selain belajar di madrasah, beliau juga banyak mempelajari sendiri kitab-kitab dan buku berbahasa arab.

KH. Abdul Wahid Hasyim mendalami syair-syair berbahasa arab dan hafal di luar kepala, selain menguasai maknanya dengan baik. Pada usia 13 tahun beliau melajutkan pendidikannya ke Pondok Siwalan, Panji, sebuah pesantren tua di Sidoarjo.

Tapi sayangnya, beliau hanya bertahan satu bulan. Dari Siwalan pindah ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Lagi-lagi beliau di pesantren ini, mondok dalam waktu yang sangat singkat, hanya beberapa hari saja.

Dengan berpindah-pindah pondok dan nyantri hanya dalam hitungan hari itu, seolah-olah yang diperlukan KH. Abdul Wahid Hasyim hanyalah keberkatan dari sang guru, bukan ilmunya. Soal ilmu, demikian mungkin beliau berpikir, bisa dipelajari di mana saja dan dengan cara apa saja. Tapi soal memperoleh berkah, adalah masalah lain, harus berhubungan dengan kiai. Inilah yang sepertinya menjadi pertimbangan utama dari Wahid Hasyim ketika itu.

Sepulang dari Lirboyo, KH. Abdul Wahid Hasyim tidak meneruskan belajarnya di pesantren lain, tetapi memilih tinggal di rumah. Sebab, menurut ayahnya, KH. Abdul Wahid Hasyim bisa menentukan sendiri bagaimana harus belajar.

Dan betul saja, selama berada di rumah semangat belajarnya tidak pernah padam, terutama belajar secara otodidak. Meskipun tidak sekolah di lembaga pendidikan umum milik pemerintah Hindia Belanda, pada usia 15 tahun beliau sudah mengenal huruf latin dan menguasai bahasa Inggris dan Belanda. Kedua bahasa asing itu dipelajari dengan membaca majalah yang diperoleh dari dalam negeri atau kiriman dari luar negeri.

Pada tahun 1932, ketika menginjak usia 18 tahun, beliau kembali melanjutkan pendidikannya ke Mekkah, di samping untuk menunaikan rukun Islam kelima juga untuk memperdalam berbagai cabang ilmu agama. Kepergiannya ke Mekkah ditemani oleh saudara sepupunya, Muhammad Ilyas, yang kelak menjadi Menteri Agama. Muhammad Ilyas memiliki jasa yang besar dalam membimbing KH. Abdul Wahid Hasyim sehingga tumbuh menjadi remaja yang cerdas. Muhammad Ilyas dikenal fasih dalam bahasa arab, dan dialah yang mengajari KH. Abdul Wahid Hasyim bahasa arab.

Di tanah suci beliau belajar selama dua tahun. Dengan pengalaman pendidikan tersebut, tampak beliau sebagai sosok yang memiliki bakat intelektual yang matang. Beliau menguasai tiga bahasa asing, yaitu bahasa arab, Inggris dan Belanda. Dengan bekal kemampuan tiga bahasa tersebut, KH. Abdul Wahid Hasyim dapat mempelajari berbagai buku dari tiga bahasa tersebut.

Otodidak yang dilakukan KH. Abdul Wahid Hasyim memberikan pengaruh signifikan bagi praktik dan kiprahnya dalam pendidikan dan pengajaran, khususnya di pondok pesantren termasuk juga dalam politik.

Setelah kembali dari Mekkah, KH. Abdul Wahid Hasyim merasa perlu mengamalkan ilmunya dengan melakukan memodernisasi, baik di bidang sosial, keagamaan, pendidikan dan politik.

Pada usia 24 tahun (1938), KH. Abdul Wahid Hasyim mulai terjun ke dunia politik. Bersama kawan-kawannya, beliau gencar dalam memberikan pendidikan politik, pembaharuan pemikiran dan pengarahan tentang perlunya melawan penjajah. Baginya pembaharuan hanya mungkin efektif apabila bangsa Indonesia terbebas dari penjajah.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Hasyim Asyari (Ayahnya sendiri)
  2. KH. Abdul Karim (Lirboyo)

3.  JASA DAN KARYA

3.1 Jasa-jasa KH. Wahid Hasyim

A. Kiprah di Nahdlatul Ulama (NU) dan Kenegaraan
Pada tahun 1938 KH. Abdul Wahid Hasyim banyak mencurahkan waktunya untuk kegiatan-kegiatan NU. KH. Abdul Wahid Hasyim ditunjuk sebagai sekretaris pengurus Ranting Tebuireng, lalu menjadi anggota pengurus Cabang Jombang. Kemudian untuk selanjutnya KH. Abdul Wahid Hasyim dipilih sebagai anggota Pengurus Besar NU di wilayah Surabaya. Dari sini kariernya terus meningkat sampai Ma’arif NU pada tahun 1938.

Setelah NU berubah menjadi partai politik, beliau pun dipilih sebagai ketua Biro Politik NU tahun 1950. Di kalangan pesantren, Nahdlatul Ulama mencoba ikut memasuki trace baru bersama-sama organisasi sosial modern lainnya, sepeti Muhammadiyah, NU juga membentuk sebuah federasi politik bernama Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) lebih banyak di dorong oleh rasa bersalah umat Islam setelah melihat konsolidasi politik kaum nasionalis begitu kuat. Pada tahun 1939, ketika MIAI mengadakan konferensi, KH. Abdul Wahid Hasyim terpilih sebagai ketua. Setahun kemudian ia mengundurkan diri.

KH. Abdul Wahid Hasyim juga mempelopori berdirinya Badan Propaganda Islam (BPI) yang anggota-anggotanya dikader untuk terampil dan mahir berpidato di hadapan umum. Selain itu, KH. Abdul Wahid Hasyim juga mengembangkan pendidikan di kalangan umat Islam.

Tahun 1944 beliau mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang pengasuhnya ditangani oleh KH. A Kahar Mudzakir. Tahun berikutnya, 1945, KH. Abdul Wahid Hasyim aktif dalam dunia politik dan memulai karir sebagai ketua II Majelis Syura (Dewan Partai Masyumi). Ketua umumnya adalah ayahnya sendiri. Sedangkan ketua I dan ketua II masing-masing Ki Bagus Hadikusumo dan Mr. Kasman Singodimejo.

B. Menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Ketika Muktamar ke-19 di Palembang KH. Abdul Wahid Hasyim dicalonkan sebagai Ketua Umum, namun beliau menolaknya, dan mengusulkan agar KH. Masykur menempati jabatan sebagai Ketua Umum. Kemudian atas penolakan KH. Abdul Wahid Hasyim untuk menduduki jabatan Ketua Umum, maka terpilihlah KH. Masykur menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Namun berhubung KH. Masykur diangkat menjadi Menteri Agama dalam Kabinet Ali Arifin, maka NU menonaktifkan KH. Masykur selaku ketua umum, dan dengan demikian maka KH. Abdul Wahid Hasyim ditetapkan sebagai Ketua Umum.

Disamping sebagai Ketua Umum PBNU, KH. Abdul Wahid Hasyim menjabat Shumubucho (Kepala Jawatan Agama Pusat) yang merupakan kompensasi Jepang yang waktu itu merasa kedudukannya makin terdesak dan merasa salah langkah menghadapi umat Islam.

Awalnya Shumubucho adalah merupakan kompensasi yang diberikan kepada KH. Hasyim Asyari, mengingat usianya yang sudah uzur dan beliau harus mengasuh pesanten sehingga tidak mungkin jika harus bolak-balik Jakarta-Jombang. Karena kondisi ini, beliau mengusulkan agar tugas sebagai Shumubucho diserahkan kepada KH. Abdul Wahid Hasyim, putranya.

C. Menjadi Menteri Negara dan Menteri Agama
Dalam kabinet pertama yang dibentuk Presiden Soekarnopada September 1945, Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Menteri Negara. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Desember 1949, KH. Abdul Wahid Hasyim diangkat kembali menjadi Menteri Agama dalam Kabinet Hatta. Kemudian, pada periode Kabinet Natsir dan Kabinet Sukiman, KH. Abdul Wahid Hasyim tetap memegang jabatan Menteri Agama.

Demikian juga, sebelum itu, dalam Kabinet Syahrir pada tahun 1946, KH. Abdul Wahid Hasyim menjadi salah seorang anggotanya mewakili Masyumi dan meningkat menjadi anggota BPKNIP.

Selama menjadi Menteri Agama, beliau telah membentuk beberapa programnya, diantaranya:

  1. Mendirikan Jam’iyah al-Qurra’ wa al-Huffazh (Organisasi Qari dan Penghafal al-Qur’an) di Jakarta
  2. Menetapkan tugas kewajiban Kementerian Agama melalui Peraturan Pemerintah no. 8 tahun 1950
  3. Merumuskan dasar-dasar peraturan Perjalanan Haji Indonesia
  4. Menyetujui berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dalam kementerian agama.

Pada tahun 1952 KH. Abdul Wahid Hasyim memprakarsai berdirinya Liga Muslimin Indonesia, suatu badan federasi yang anggotanya terdiri atas wakil-wakil NU, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Darul Dakwah wa al-Irsyad. Susunan pengurusnya adalah KH. Abdul Wahid Hasyim sebagai ketua, Abikusno Cokrosuyoso sebagai wakil ketua I, dan H. Sirajuddin Abbas sebagai wakil ketua II.

D. Tokoh Muda BPUPKI
Karier KH. Abdul Wahid Hasyim dalam pentas politik nasional terus melejit. Dalam usianya yang masih muda, beberapa jabatan beliau sandang. Diantaranya ketika Jepang membentuk badan yang bertugas menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan atau dikenal dengan BPUPKI. KH. Abdul Wahid Hasyim merupakan salah satu anggota termuda setelah BPH. Dari 62 orang yang ada, waktu itu, KH. Abdul Wahid Hasyim masih berusia 33 tahun.

E. Buah Pemikiran
Sebagai seorang santri, fokus utama pemikiran KH. Abdul Wahid Hasyim adalah peningkatan kualitas sumberdaya umat Islam. Upaya peningkatan kualitas tersebut menurut KH. Abdul Wahid Hasyim, dilakukan melalui pendidikan khususnya pesantren.

Untuk pendidikan pondok pesantren Wahid Hasyim memberikan sumbangsih pemikirannya untuk melakukan perubahan. Banyak perubahan di dunia pesantren yang harus dilakukan. Mulai dari tujuan hingga metode pengajarannya. Dalam mengadakan perubahan terhadap sistem pendidikan pesantren, beliau membuat perencanaan yang matang. beliau tidak ingin gerakan ini gagal di tengah jalan. Untuk itu, beliau mengadakan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Menggambarkan tujuan dengan sejelas-jelasnya
  2. Menggambarkan cara mencapai tujuan itu
  3. Memberikan keyakinan dan cara, bahwa dengan sungguh-sungguh tujuan dapat dicapai.

Pada awalnya, tujuan pendidikan Islam khususnya di lingkungan pesantren lebih berkosentrasi pada urusan ukhrawiyah (akhirat), nyaris terlepas dari urusan duniawiyah (dunia). Dengan seperti itu, pesantren didominasi oleh mata ajaran yang berkaitan dengan fiqh, tasawuf, ritual-ritual sakral dan sebagainya. Meski tidak pernah mengenyam pedidikan modern, wawasan berfikir KH. Abdul Wahid Hasyim dikenal cukup luas. Wawasan ini kemudian diaplikasikan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan pendidikan.

Berkembangnya pendidikan madrasah di Indonesia di awal abad ke-20, merupakan wujud dari upaya yang dilakukan oleh cendikiawan muslim, termasuk Wahid HasyimKH. Abdul Wahid Hasyim, yang melihat bahwa lembaga pendidikan Islam (pesantren) dalam beberapa hal tidak lagi sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Apa yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahid Hasyim adalah merupakan inovasi baru bagi kalangan pesantren.

Pada saat itu, pelajaran umum masih dianggap tabu bagi kalangan pesantren karena identik dengan penjajah. Kebencian pesantren terhadap penjajah membuat pesantren mengharamkan semua yang berkaitan dengannya, seperti halnya memakai pantolan, dasi dan topi, dan dalam konteks luas pengetahuan umum. Dalam metode pengajaran, setelah kembalinya dari Mekkah untuk belajar,KH. Abdul Wahid Hasyim mengusulkan perubahan metode pengajaran kepada ayahnya.

Usulan itu antara lain agar sistem bandongan diganti dengan sistem tutorial yang sistematis, dengan tujuan untuk mengembangkan dalam kelas yang menggunakan metode tersebut santri datang hanya mendengar, menulis catatan, dan menghafal mata pelajaran yang telah diberikan, tidak ada kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau berdikusi.

Secara singkat, menurut KH. Abdul Wahid Hasyim, metode bandongan akan menciptakan kepastian dalam diri santri. Perubahan metode pengajaran diimbangi pula dengan mendirikan perpustakaan. Hal ini merupakan kemajuan luar biasa yang terjadi pada pesantren ketika itu. Dengan hal tersebut KH. Abdul Wahid Hasyim mengharapkan terjadinya proses belajar mengajar yang dialogis. Dimana posisi guru ditempatkan bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar.

3.2 Karya-karya Beliau
KH. Abdul Wahid Hasyim adalah seorang penulis yang cukup produktif. Meskipun beliau tidak menulis sebuah buku, berbagai artikel ditulisnya baik menyangkut masalah keagamaan, pendidikan maupun isu sosial politik. Tulisan-tulisannya dipublikasikan di berbagai majalah dan koran. Secara umum, tulisan KH. Abdul Wahid Hasyim dapat diklasifikasikan menjadi empat, yakni pendidikan, politik, administrasi departemen agama, dan agama.

Dalam bidang pendidikan, KH. Abdul Wahid Hasyim memberikan perhatian terhadap reformasi pendidikan, misalnya pendidikan bagi anak, perkembangan kemampuan berbahasa, pendidikan agama, termasuk didalamnya pendirian perguruan tinggi agama, dan perlunya penggunaan rasio guna menyelesaikan masalah-masalah kekinian.

  1. KH. Abdul Wahid Hasyim menulis sebuah artikel yang berjudul “Abdullah Oeybayd sebagai Pendidik”. Dalam artikelnya, dia menjelaskan bagaimana sebaiknya mendidik seorang anak. Dan pengamatannya terhadap Abdullah Oeybayd dalam mendidik anak, dia mengatakan bahwa anak-anak harus dilatih sejak dini untuk menggunakan segenap kemampuannya. Ini sangat penting untuk membiasakan mereka bersandar pada dan mengetahui kemampuan mereka sendiri. Dengan demikian, anak-anak akan tumbuh dengan percaya diri dan tidak mudah menyerah dalam menggapai cita-cita mereka.
  2. Berkaitan dengan perkembangan bahasa, KH. Abdul Wahid Hasyim mencoba menumbuhkan rasa kebangsaan dengan mendorong anak bangsa untuk menggunakan bahasa Indonesia. dalam artikelnya “Kemadjuan bahasa, Berarti Kemadjuan Bangsa”, dia mengajak bangsa Indonesia untuk menggunakan bahasanya dalam percakapan sehari-hari.
  3. “Nabi Muhammad dan Persaudaraan Manusia”. Karya ini merupakan pidatonya pada acara pembukaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw yang diadakan di Istana Negara Jakarta, pada 2 Januari 1950, dan merupakan perayaan maulid pertama sesudah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia.
  4. “Kebangkitan Dunia Islam”. Karya ini merupakan tulisannya di media Mimbar Agama edisi No. 3-4 Maret April 1951.
  5. “Beragamalah dengan Sungguh dan Ingatlah Kebesaran Tuhan”. Karya ini merupakan semacam pidato untuk perayaan Hari Raya Idul Fitri yang pada saat itu Indonesia masih terbentuk Serikat atau RIS (Republik Indonesia Serikat).
  6. “Hari Raya sebagai Ukuran Maju Mundur Umat”. Karya ini masuk dalam Berita Nahdlatul Ulama, No. 3, Th. Ke 7 Desember 1937, hlm 2-5.
  7. “Arti dan Isi al-Fatihah”. Karya ini masuk dalam Berita Nahdlatul Ulama, No. 14, Th. VII, 15 Mei 1938, hlm 1-3.
  8. “Islam Agama Fitrah (Dasar Manusia)”. Dalam Suara Muslimin Indonesia, No. 7, Th. Ke II, April 1944, hlm 2-4.
  9. “Latihan Lapar adalah Kebahagiaan Hidup Perdamaian”. Dalam Penyiaran Kementerian Agama No. 4, 1309, hlm 3-4.
  10. “Perkembangan Politik Masa Pendudukan Jepang dan Nota Politik". (November 1945).  

4.  KISAH TELADAN

4.1 Pemikiran Pendidikan Karakter Perspektif KH. Wahid Hasyim dengan Kondisi Saat Ini

Pada uraian sebelumnya telah diketahui bahwa dalam pemikiran Pendidikan Karakter KH. Wahid Hasyim terdapat delapan nilai, yakni: Religius, Toleransi, Mandiri, Demokratis, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Bersahabat/Komunikatif, Gemar Membaca. Dari delapan nilai tersebut pendekatan yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahid Hasyim menggunakan penanaman nilai.

Pendekatan penanaman nilai berusaha memberikan penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri anak didik. Seperti apa yang dilakukan oleh KH. Wahid Hasyim yang berusaha memberikan teladan kepada anak didiknya. Maka lebih cocok strategi yang digunakan oleh KH. Abdul Wahid Hasyim dalam menanamkan nilai pendidikan karakter adalah menggunakan strategi keteladanan nilai.

Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang diajarkan oleh KH. Abdul Wahid Hasyim sejalan dengan tujuan Pendidikan Karakter yakni membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia, mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; membangun sikap warganegara yang mencintai damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.

4.2 Tetap Puasa meski Menghadiri Resepsi

Nampak dari pernyataan dan kesaksian KH. Syaifuddin Zuhri bahwa sosok KH. Abdul Wahid Hasyim merupakan pendidik yang dapat memberikan tauladan yang baik, dan memberikan perhatian besar terhadap anak asuh. Sebagai seorang pendidik yang religius KH. Abdul Wahid Hasyim juga mencontohkan bagaimana beliau hidup dalam kesederhanaan meskipun dia seorang Menteri. Hal ini dituturkan oleh anaknya Umar Wahid:

Pada hari-hari yang diharamkan berpuasa. Tetapi hal itu tidak mempengaruhi aktivitasnya... Ibu pernah bercerita bahwa kalau ada resepsi di siang hari, Ibu dipesan olehnya (KH. Abdul Wahid Hasyim. Pen. Pen) agar mengambil makanan sedikit saja.

Jadi, Bapak mengambil sedikit dan Ibu demikian. Setelah Ibu selesai makan, maka Bapak tanpa sepengetahuan orang menukar piringnya yang masih utuh dengan piring Ibu yang telah kosong. Lalu makanan yang berada di piring itu dihabiskan oleh Ibu pula. Orang-orang tak ada yang menyangka Berpuasa.

5.  REFERENSI

  1. Biografi singkat KH. Abdul Wahid Hasyim disarikan dari buku ”99 Kiai Kharismatik Indonesia” di tulis oleh KH. A. Aziz Masyhuri, terbitan Kutub, Yogyakarta.
  2. tebuireng.online  

Biografi Mama Ciharashas

Biografi Mama Ajengan KH. Ahmad Syuja’i Ciharashas
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

DAFTAR ISI PROFIL MAMA AJENGAN KH. AHMAD SYUJA’I CIHARASHAS

  1. Kelahiran
  2. Pendidikan
  3. Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)
  4. Chart Silsilah Sanad

 

KELAHIRAN

Mama Ajengan KH. Ahmad Syuja’i Ciharashas atau yang kerap disapa dengan panggilan Mama Ciharashas lahir pada 15 Juni 1910 M, di Kampung Tugu, Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Gojali Singapraja dan Ny. Hj. Hafsah.

PENDIDIKAN

Mama Ciharashas memulai pendidikan dengan belajar di sekolah desa dan Vervolg School (sekolah Belanda) pada 1926-1927. Setelah selesai, beliau melanjutkan pendidikannya dengan belajar di berbagai pondok pesantren, di antaranya adalah Pesantren Sumursari Garut dari tahun 1927-1928, kemudian nyantri ke Pesantren Gentur yang diasuh KH. Mama Ajengan Ahmad Syatibi (Mama Kaler) dan Mama Ajengan KH. Ahmad Kurtubi (Mama Kidul) mulai tahun 1929-1938.   

Kemudian beliau berguru kepada KH. Raden Husen (Mama Ciajag) bin KH Ahyad Cianjur, KH. DJunaidi Tangerang, serta kepada para habib, di antaranya Habib Ali Al-Attas, Bungur, Cikini, Jakarta, Habib Muhammad Al-Haddad, Tegal, Jawa Tengah, Habib Syekh bin Salim Al-Attas, Sukabumi.

PERANAN DI NAHDLATUL ULAMA (NU)

Mama Ciharashas kurang mendapat perhatian dalam sejarah NU. Padahal, dari pesantren yang diasuhnya banyak Kiyai yang menjadi pengurus NU di Priangan Barat.   

Jika ditelusuri, Rais Syuriah PCNU di Priangan Barat adalah didikan Mama Ciharashas. Sebut saja, misalnya Rais Syuriyah PCNU Sukabumi KH. Mahmud Mudrikah Hanafi (Pengasuh Siqoyatur Rohmah, Selajambu), Almaghfurlah KH. Zezen Zainal Abidin (Pengasuh Pesantren Az-Zainiyah, Nagrog), KH Abdullah Mukhtar (Pengasuh An-Nidzom Panjalu), Rais Syuriyah PCNU Kota Bandung KH. Tajuddin Syubki dan lain-lain. 

Mama Ciharashas pun masuk NU tidak sagawayah (sembarangan). Beliau dianjurkan aktif di NU oleh tiga habib jempolan dan satu kiai. Tak heran, sejak masih santri KH. Ahmad Syatibi Gentur (Mama Kaler), Mama Ciharashas sudah memiliki Kartanu.    

Menurut santri mama Ciharashas, KH. Abdul Aziz Hidayatullah, pada buku Riwayat Hidup KH. Muhammad Syuja’i (Mama Ciharashas) bin Haji Ghojali Singapraja, Mama Ciharashas dianjurkan masuk dan aktif di NU oleh KH. Mansur Jembatan Lima, Jakarta (Guru Mansur). Bahkan Guru Mansur menganjurkan harus punya KARTANO (sekarang Kartanu).   

Begitu pula setelah Mama Ciharashas mendirikan Pesantren Asy-Syuja’i, banyak dukungan dari masyayikh agar menjadi pengurus Nahdlatul Ulama. Anjuran itu didukung Habib Muhammad Al-Haddad, Tegal, Jawa Tengah, Habib Syekh bin Salim Al-Attas, Sukabumi, dan Al-Habib Usman Al-Idrus, Bandung.  

“Ketika Habib Usman Al-Idrus, menjabat sebagai Rais Syuriah PWNU Provinsi Jawa Barat, dengan pendirian yang teguh, dilandasi ilmu agama yang kuat dan mendalam, serta desakan para Masyayikh, maka dengan keputusan bulat, Mama Ciharashas menjadi Pengurus PCNU Kabupaten Cianjur," demikian keterangan yang tertulis di buku yang diterbitkan dalam rangka Haul Mama Ciharashas pada 1434/2013.    

Kemudian Mama Ciharashas diangkat sebagai Wakil Rais Syuriah PWNU Provinsi Jawa Barat, hingga akhir hayatnya pada 20 Dzulqadah 1403 H atau 28 Agustus 1983 M. 

CHART SILSILAH SANAD

Berikut ini chart silsilah sanad guru Mama Ajengan KH. Ahmad Syuja’i Ciharashas dapat dilihat di sinidan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat di sini.


Biografi KH. M. Hasyim Asy'ari


Biografi Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

Daftar Isi Profil KH. Mohammad​ Hasyim Asy’ari

1.1    Lahir
1.2    Wafat

2.2    Guru-Guru

3.      Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng

4.      Penerus
4.1    Anak
4.2    Murid-murid

5.      Jasa dan Karya
5.1    Jasa-jasa
5.2    Karya-karya

6.      Kisah Teladan

 

1.   RIWAYAT HIDUP DAN KELUARGA

1.1  Lahir
KH. Mohammad Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari 1871 (24 Dzulqaidah 1287H). Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan KH. Asy’ari pemimpin Pesantren Keras, Jombang dan Nyai Halimah. Dari Nasab Ayahnya, KH. Hasyim Asy’ari memiliki garis keturunan sampai dengan Rasulullah. Nasab Beliau sebagai berikut:

  1. Husain bin Ali
  2. Ali Zainal Abidin
  3. Muhammad al-Baqir
  4. Ja’far ash-Shadiq
  5. Ali al-Uraidhi
  6. Muhammad an-Naqib
  7. Isa ar-Rumi
  8. Ahmad al-Muhajir
  9. Ubaidullah
  10. Alwi Awwal
  11. Muhammad Sahibus Saumiah
  12. Alwi ats-Tsani
  13. Ali Khali’ Qasam
  14. Muhammad Shahib Mirbath
  15. Alwi Ammi al-Faqih
  16. Abdul Malik (Ahmad Khan)
  17. Abdullah (al-Azhamat) Khan
  18. Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan)
  19. Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar)
  20. Maulana Ishaq
  21. ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri)
  22. Abdurrohman / Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
  23. Abdul Halim (Pangeran Benawa)
  24. Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
  25. Abdul Halim
  26. Abdul Wahid
  27. Abu Sarwan
  28. KH. Asy’ari (Jombang)
  29. KH. Hasyim Asy’ari (Jombang)

1.2  Wafat
KH. Hasyim Asy’ari wafat pada 25 Juli 1947. Beliau dimakamkan di pesantren Tebuireng, Jombang Jawa Timur.

1.3  Riwayat Keluarga
KH. Hasyim Asy’ari melepas masa lajangnya dengan menikahi putri dari Kiai Ya’qub Sidoarjo, Nyai Khodijah. Pernikahan dengan Nyai Khodijah tidak bertahan lama, karena sewaktu Kiai Hasim Asy’ari menuntut ilmu di Mekkah, istri beliau wafat pada tahun 1901.

Setelah istri pertama wafat, kemudian Kiai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh putri dari Kiai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Buah dari pernikahannya, Kiai Hasyim dan Nyai Nafiqoh dikaruniai 10 anak.

Dalam membina mahligai rumah tangga dengan istri kedua, Kiai Hasyim mengalami hal yang sama dengan istri yang pertama, pada tahun 1920, Nyai Nafiqoh wafat, dan meninggalkan Kiai Hasyim untuk selama-lamanya.

Hal ini, membuat Kiai Hasyim tidak mau larut dalam terus menerus larut dalam kesedihan, karena beliau harus memikirkan, anak-anaknya yang yang harus dirawat akhirnya Kiai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri dari Kiai Hasan,  pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan tersebut, Kiai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri.

2.  SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN BELIAU

2.1 Berkelana Menimba Ilmu
Sejak anak-anak, KH. Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayahnya, KH. Asy’ari dan kakeknya, Kiai Utsman (Pengasuh Pesantren Nggedang di Jombang).

Ketika usia menginjak 15 tahun, Kiai Hasyim mulai berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, diantaranya: Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.

Di Pesantren Siwalan, Sidoarjo, yang diasuh oleh Kiai Ya’qub inilah, rupanya Kiai Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kiai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup waktu lima tahun, bagi Kiai Hasyim untuk menyerap ilmu di Pesantren Siwalan.

Dengan kecerdasan dan kealiman yang dimiliki oleh Kiai Hasyim, rupanya membuat Kiai Ya’qub sendiri kesemsem berat kepada Kiai Hasyim. Akhir, Kiai Ya’qub menikahkan salah satu putrinya yang bernama Khodijah dengan Kiai Hasyim.

Tidak lama setelah menikah, Kiai Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, namun sayangnya, istri dan anaknya sudah meninggal.

Pada tahun 1893, Kiai Hasyim berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah Kiai Hasyim menetap di Mekkah selama 7 tahun.

2.2  Guru-guru

  1. Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
  2. Syaikh Mahfudz At-Tarmasi
  3. Syaikh Ahmad Amin Al Aththar
  4. Syaikh Ibrahim Arab
  5. Syaikh Said Yamani
  6. Syaikh Rahmaullah
  7. Syaikh Sholeh Bafadlal
  8. Sayyid Abbas Maliki
  9. Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf
  10. Sayyid Husein Al Habsyi
  11. KH. Muhammad Saleh Darat, Semarang
  12. KH. Kholil Bangkalan
  13. Kyai Ya’qub, Sidoarjo
  14. Sayyid Husain Al Habsyi
  15. Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani
  16. Sayyid Abdullah al-Zawawi
  17. Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas
  18. Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi
  19. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
  20. Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al Haddad
  21. Syekh Imam Nawawi al-Bantani
  22. Sayyid al Bakry Muhammad Syatho
  23. Muhammad Amin Al Kurdi
  24. Yusuf bin Ismail Anabhani

3. MENDIRIKAN PONDOK PESANTREN TEBUIRENG

Pada tahun l899, Kiai Hasyim pulang ke Tanah Air.Kiai Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kiai Utsman. Tak lama kemudian, Kiai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir. Di sana beliau membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal.

Dari tratak kecil inilah Pesantren Tebuireng mulai tumbuh. Kiai Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang dan setiap bulan setiap bulan santri beliau semakin banyak berdatangan dari berbagai daerah.

Kiai Hasyim bukan saja Kiai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kiai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah Kiai Hasyim memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kiai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.

4.  PENERUS

Setelah mendirikan pesantren, satu persatu santrinya berdatangan untuk ikut mengaji di Pondok Pesantren Tebuireng. Hingga akhirnya, ribuan santri menimba ilmu kepada Kiai Hasyim dan menciptakan alumni-alumni yang menjadi tokoh-tokoh, ulama-ulama, kiai-kiai dan lain sebagainya.

4.1  Anak-anak

  1. Ny. Hannah
  2. Ny. Khairiyah Hasyim
  3. Ny. Aisyah
  4. Ny. Azzah
  5. KH. Abdul Wahid Hasyim
  6. KH. Abdul Choliq Hasyim
  7. KH. Abdul Karim Hasyim
  8. KH. Ubaidillah
  9. Ny. Mashuroh
  10. KH. Muhammad Yusuf Hasyim
  11. KH. Abdul Qodir
  12. Ny. Fatimah
  13. Ny. Khotijah
  14. KH. Ya'qub Hasyim

4.2  Murid-murid
Nama-nama santri Kiai Hasyim antara lain:

  1. KH. Abdul Wahab Hasbullah, Pesantren Tambak Beras, Jombang
  2. KH. Bisri SyansuriPesantren Denanyar, Jombang
  3. KH. R As’ad Syamsul Arifin
  4. KH. Wahid Hasyim (anaknya)
  5. KH. Achmad Shiddiq
  6. Syekh Sa’dullah al-Maimani (Mufti di Bombay, India)
  7. Syekh Umar Hamdan (Ahli Hadis di Makkah)
  8. Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria)
  9. KH. R Asnawi(Kudus)
  10. KH. Dahlan(Kudus)
  11. KH. Shaleh (Tayu)
  12. KH. Zaini Mun'im

5 . JASA DAN KARYA

5.1   Jasa-jasa Beliau
A. Mendirikan Nahdlatul Ulama (NU)
Tahun 1924, kelompok diskusi Taswirul Afkar ingin mengembangkan sayapnya dengan mendirikan sebuah organisasi yang ruang lingkupnya lebih besar. Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang dimintai persetujuannya, meminta waktu untuk mengerjakan salat istikharah, menohon petunjuk dari Allah.

Dinanti-nanti sekian lama, petunjuk itu belum datang juga. Kiai Hasyim sangat gelisah. Dalam hati kecilnya ingin berjumpa dengan gurunya, KH. Kholil bin Abdul Latif, Bangkalan.

Sementara jarak antara Jombang dengan Bangkalan, adalah jarak yang sangat jauh. Tetapi dengan kelebihan yang diberikan Allah SWT, Kiai Khalil yang berada di Bangkalan mengetahui apa yang dialami Kiai Hasyim.

Kemudian, Kiai Kholil lalu mengutus salah satu orang santrinya yang bernama As’ad Syamsul Arifin (kelak KH. R As’ad Syamsul Arifin menjadi pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo), untuk menyampaikan sebuah tongkat kepada Kiai Hasyim di Tebuireng. Pemuda As’ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 kepada Kiai Hasyim.

Ketika Kiai Hasyim menerima kedatangan As’ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya langsung bergentar. ”Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai,” ujarnya lirih sambil meneteskan airmata.

Waktu terus berjalan, akan tetapi pendirian organisasi itu belum juga terealisasi. Agaknya Kiai Hasyim masih menunggu kemantapan hati.

Satu tahun kemudian (1925), pemuda As’ad kembali datang menemui Hadratus Syaikh. ”Kiai, saya diutus oleh Kiai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini,” ujar pemuda Asad sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan Kiai Kholil di lehernya.

Tangan As’ad belum pernah menyentuh tasbih sersebut, meskipun perjalanan antara Bangkalan menuju Tebuireng sangatlah jauh dan banyak rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama dalam perjalanan, sebab khawatir tangannya menyentuh tasbih. Ia memiliki prinsip, ”kalung ini yang menaruh adalah Kiai, maka yang boleh melepasnya juga harus Kiai”. Inilah salah satu sikap ketaatan santri kepada sang guru.

”Kiai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad.

Kehadiran As’ad yang kedua ini membuat hati Kiai Hasyim semakin mantap. Hadratus Syaikh menangkap isyarat bahwa gurunya tidak keberatan jika ia bersama kawan-kawannya mendirikan organisai/jam’iyah. Inilah jawaban yang dinanti-nantinya melalui salat istikharah.

Pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M, organisasi tersebut secara resmi didirikan, dengan nama Nahdlatul Ulama, yang artinya kebangkitan ulama. Kiai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama.

B. Resolusi Jihad
Pada waku itu, keberadaan Kiai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolak Kiai Hasyim.

Justru Kiai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan dengan membuat perintah kepada para santri dan pengikutnya, perintah tersebut berisi tentang, pertama, Kiai Hasyim memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Kedua, Kiai Hasyim mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda.

Perintah tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas.

Hal ini tentu saja membuat, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung dan akhirnya dengan peraturan yang dibuat oleh Kiai Hasyim, beliau di penjara 3 bulan pada 1942. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama Kiai Hasyim.

C. Perjuangan Melawan Penjajah
Masa awal perjuangan Kiai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng, Jombang pun tak luput dari sasaran represif Belanda.

Pada tahun 1913 M intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menangkap Kiai Hasyim dengan tuduhan pembunuhan.

Dalam pemeriksaan, Kiai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis. Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum.

Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga masa-masa revolusi fisik Tahun 1940an.

Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang.

Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim.

Salah satu perlakuan represif Jepang adalah dengan penahanan terhadap Hadratus Syaikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kiai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang.

Kiai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kiai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya.

Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kiai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan.

Setelah penahanan Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng, Jombang vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kiai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.

Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kiai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kiai dan santri. Selain itu, pembebasan Kiai Hasyim juga berkat usaha dari KH. Wahid Hasyim dan KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.

Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kiai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya.

Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 November kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.

Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kiai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kiai Hasyim.

D. Menjadi ketua Umum Partai Masyumi
Pada tanggal 7 November 1945 tiga hari sebelum meletusnya perang 10 November 1945 di Surabaya, umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari berbagai faham. Kiai Hasyim diangkat sebagai Rois ‘am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947.

5.2   Karya-karya
Adapun di antara beberapa karya KH. Hasyim Asy’ari yang masih bisa ditemui dan menjadi kitab wajib untuk dipelajari di pesantren-pesanttren Nusantara sampai sekarang antara lain:

  1. At-Tibyan fi al-Nahy’an Muqatha’at al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan
    Kitab ini selesai ditulis pada hari Senin, 20 Syawal 1360 H dan kemudian diterbitkan oleh Muktabah al-Turats al-Islami, Pesantren Tebuireng. Kitab tersebut berisi penjelasan mengenai pentingnya membangun persaudaraan di tengah perbedaan serta memberikan penjelasan akan bahayanya memutus tali persaudaraan atau silatuhrami.

  2. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama
    Kitab ini berisikan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Terutama berkaitan dengan NU. Dalam kitab tersebut, KH. Hasyim Asy’ari mengutip beberapa ayat dan hadits yang menjadi landasannya dalam mendirikan NU. Bagi penggerak-penggerak NU, kitab tersebut barangkali dapat dikatakan sebagai bacaan wajib mereka.

  3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah
    Dalam kitab ini, KH. Hasyim Asy’ari tidak sekedar menjelaskan pemikiran empat imam madzhab, yakni Imam Syafi’iImam MalikImam Abu Hanifah dan ImamAbu Ahmad bin Hanbal. Namun, ia juga memaparkan alasan-alasan kenapa pemikiran di antara keempat imam itu patut kita jadikan rujukan.

  4. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul Ulama
    Sebagaimana judulnya, kitab ini berisi empat puluh hadits pilihan yang sangat tepat dijadikan pedoman oleh warga NU. Hadits yang dipilih oleh KH. Hasyim Asy’ari terutama berkaitan dengan hadits-hadits yang mejelaskan pentingnya memegang prinsip dalam kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan ini.

  5. Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma Yanhaju Ilaih al-Muta’allim fi Maqamati Ta’limihi
    Pada dasarnya, kitab ini merupakan resume dari kitab Adab al-Mu’allim karya Syekh Muhamad bin Sahnun, Ta’lim al-Muta’allim fi Thariqat al-Ta’allum karya Syekh Burhanuddin az-Zarnuji, dan Tadzkirat al-Syaml wa al-Mutakalli fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim karya Syekh Ibnu Jamaah. Meskipun merupakan bentuk resume dari kitab-kitab tersebut, tetapi dalam kitab tersebut kita dapat mengetahui betapa besar perhatian KH. Hasyim Asy’ari terhadap dunia pendidikan.

  6. Risalah Ahl aas-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadts al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa Bayani Mafhum as-Sunnah wa al-Bid’ah
    Karya KH. Hasyim Asy’ari yang satu ini barangkali dapat dikatakan sebagai kitab yang relevan untuk dikaji saat ini. Hal tersebut karena di dalamnya banyak membahas tentang bagaimana sebenarnya penegasan antara sunnag dan bid’ah. Secara tidak langsung, kitab tersebut banyak membahas persoalan-persoalan yang bakal muncul di kemudian hari. Terutama saat ini.

Dalam beberapa karya KH. Hasyim Asy’ari tersebut, kita dapat menyimpulkan betapa besar dan luasnya perhatian KH. Hasyim Asy’ari terhadap agama serta betapa mendalamnya pengetahuannya di bidang tersebut.

Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari itu menjadi bukti tak terbantahkan betapa ia memang merupakan seorang ulama sam mujtahid yang telah banyak mengahasilkan berbagai warisan tak ternilai, baik dari segi keilmuan maupun dari segi keorganisasian seperti halnya NU.

6.  KISAH TELADAN

6.1 Ketika Kiai Hasyim dan Kiai Kholil Berebut menjadi Santri
Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH. Hasyim Asy’ari dengan KH. Kholil Bangkalan, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata KH. Kholil, begitu Kiai dari Madura ini populer dipanggil.

Kiai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”

Tanpa merasa tersanjung, Kiai Kholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.

Lucunya, ketika turun dari masjid usai salat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.

Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kiai Hasyim juga KH. Kholil Bangkalan adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati.

KH. Kholil adalah Kiai yang sangat termasyhur pada zamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.

Sedangkan Kiai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits. Setiap Ramadhan Kiai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadis Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam.

Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri,KH Kholil Bangkalan. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kiai Hasyim.

Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kiai Hasyim.

6.2 Mengambil Cincin Gurunya dari Lubang WC
Salah satu rahasia seorang murid bisa berhasil mendapatkan ilmu dari gurunya adalah taat dan hormat kepada gurunya. Guru adalah orang yang punya ilmu. Sedangkan murid adalah orang yang mendapatkan ilmu dari sang guru. Seorang murid harus berbakti kepada gurunya. Dia tidak boleh membantah apalagi menentang perintah sang guru (kecuali jika gurunya mengajarkan ajaran yang tercela dan bertentangan dengan syariat Islam maka sang murid wajib tidak menurutinya). Kalau titah guru baik, murid tidak boleh membantahnya.

Inilah yang dilakukan Kiai Hasyim Asy’ari. Beliau nyantri kepada KH. Kholil Bangkalan, Bangkalan. Di pondok milik Kiai Kholil, Kiai Hasyim dididik akhlaknya. Setiap hari, kiai Hasyim disuruh gurunya merawat sapi dan kambing. Kiai Hasyim disuruh membersihkan kandang dan mencari rumput. Ilmu yang diberikan Kiai Kholil kepada muridnya itu memang bukan ilmu teoretis, melainkan ilmu praktek. langsung penerapan.

Sebagai murid, Kiai Hasyim tidak pernah mengeluh disuruh gurunya melihara sapi dan kambing. Beliau terima titah gurunya itu sebagai penghormatan kepada guru. Beliau sadar bahwa ilmu dari gurunya akan berhasil diperoleh apabila sang guru rida kepada muridnya. Inilah yang dicari Kiai Hasyim, yakni keridaan guru. Beliau tidak hanya berhadap ilmu teoretis dari Kiai Kholiltapi lebih dari itu, yang diinginkan adalah berkah dari Kiai Kholil Bangkalan.

Suatu hari, seperti biasa Kiai Hasyim setelah memasukkan sapi dan kambing ke kandangnya, Kiai Hasyim langsung mandi dan salat Ashar. Sebelum sempat mandi, Kiai Hasyim melihat gurunya, Kiai Kholil termenung sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati sang guru. Maka diberanikanlah oleh Kiai Hasyim untuk bertanya kepada Kiai Kholil.

“Ada apa gerangan wahai guru kok kelihatan sedih,” tanya Kiai Hasyim kepada Kiai kholil Bangkalan.

”Bagaimana tidak sedih, wahai muridku. Cincin pemberian istriku jatuh di kamar mandi. lalu masuk ke lubang pembuangan akhir (septictank),” jawab Kiai Kholil dengan nada sedih.

Mendengar jawaban sang guru, Kiai Hasyim segera meminta izin untuk membantu mencarikan cincin yang jatuh itu dan diizini. Langsung saja Kiai Hasyim masuk ke kamar mandi dan membongkar septictank.

Bisa dibayangkan, namanya septitank dalamnya bagaimana dan isinya apa saja. Namun Kiai Hasyim karena hormat dan sayangnya kepada guru tidak pikir panjang. Beliau langsung masuk ke septitank itu dan dikeluarkan isinya. Setelah dikuras seluruhnya, dan badan Kiai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin milik gurunya berhasil ditemukan.

Betapa riangnya sang guru melihat muridnya telah berhasil mencarikan cincinnya itu. Sampai terucap doa: “Aku rida padamu wahai Hasyim, Kudoakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau akan menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu”.

Demikianlah doa yang keluar dari KH. Kholil Bangkalan.Tiada yang memungkiri bahwa di kemudian hari, Kiai Hasyim menjadi ulama besar Disamping karena Kiai Hasyim adalah pribadi pilihan, beliau mendapat “berkah” dari gurunya karena gurunya rida kepadanya.

Posting Populer

Duridwan TeA Google Arsip

Tampil Ful Skrin

Tampilan penuh layar

Klik tombol "Penuh" untuk mode ful skrin. Tutup dengan cara klik tuts "Esc" di kibot, atau dengan mengklik tombol "Normal" saja.

Penuh Normal

Materi artikel

DRLabel

'Urwah ۝۞ دعاء الأوراد ۞۝ 1drive 2019 3Dwarehouse Abaib Academia AdminisGuru Adzan AKGTK Akrab 9497 AkselelatorDRc Aksioma Alfa Aljamal Anakku Android Apache API Aplikasi Aplikasi Online Aplikasiku aqidah aqo'id Arsiper Arudl ASPnet Atribusi Attaqwa Audacity Audio Aurod AutoCAD ba'da sholat Ba'diyah Babad Bahasa Indonesia Balaghoh Baleomol Banner basund Belajar.id Biantara bilibiliTV bing.com Biografi Bisikan Bisnis Blog blogku Bluestack BMTT Bola Dunia Boxmode BUKU C++ Caknun Canva Capcut CData Cerita Chanel Cijagong Copast Coreldraw;Koreldrow cortang CPANEL cv Daftar Isi Daftar Tamu Dailymotion Dakwah Daring db515TB Dek@t Dikdasmen Diktat Do''a Domainesia dongeng Download DRctvone DRcVivaTV DRlink drSoftaculous Duridwancijag duridwanMI E-Book Earth eDGe Edmodo Edwin ekstensi Emulated Epson eSDeKU Excel Facebook Fafa Belajar favicon FB FBwatch Fikih Film FKGN FKSS Flickr ftf ftp Gambar Gaweku GDexcel GDrive GDword Gif Giphy Github Goguru googele Gosiswawi GS v2 Gudang Gif GuMeng Guru Hotmail HP HUDHUD ATTWITERI humor iframe IHTT IIS IKBAL ikonku Ilham Ilmu Waris Imam Mahdi Iman imrithi imtihan Inlislite ips Ips siswa irkhash Ishol Israel Jackie Chan JadwalHirup Jendelatea Jurumiah Kaamengan Kaldik karuhun Kasintu Kasyif Kemdak Kenangan Kepesantrenan KHMZ Khutbah Idul Adha Khutbah Jum'at Kitab Koneng KlaudiAwan KMS KodeBlok Koding Komentarku konsorsium Kristen KSM KSM_24 kulsub Kumer Kutab Kuning Lalogin Laporan link lirik sunda Literasi LKSATA Logo Lokasi LTNU Malaikat Mama Gelar mapel Mapel Plus marawis materi ajar materi ips materi sunda Mediafire Menu Mulai Messenger meta Metode Belajar MGMP MTS Mi.co.id Microsoft Mikrosoft Word MKKS MKSS MKT Modul MoU Movie MTs. Mushaf Sunda Mvs Nabi nadhom nahwu Nashoih Nasihat Pernikahan Nasrudin Hoja Nasyid NewTabTvSearch Ngablog ngaDOS Ngaji Pontren Nganet Ngaos ngaweb Ngimel Ngobrol Solat ngobrolgurutea ngoding Ngoleksi Nikah Nonton Nubuwwah NUPTKku Nyekrip Nyitus OderPejKu Office office 2010 Office.co.id Offidocs ome Ome.TV omeaeun Onedrive Opis OpisTeA Oracle OSIS Outlook Pakakas Pamilarian PaperDropboxTeA PAS PAS S1 PAT pdf Penahexa Penilaian Perangkat Guru Peringatan Nabi perpus Perpusdig PHBI photo Phyton Pintarkem PKKM PKKS PKSS PohonKeluarga Ponpes Portabel Post WA PPDB PPKKS Prkt Ltk Program Files Proker Proposal Prosem Prota PTS PTS S1 publikteaqta Pupujian Quran Sunda Rapat RDM Removal renungan RFC RidsyafTeA Risalah Risalah Sholat RKS Rohbiyah Romadlon Romadon Rumus Rumus;PHP; RumusHead s.idku Safari Santif Sanusi segitiga Sekolah seren tampi Sertifikat sholat Shopee Shorof sifat_20 Silaturahmi Simdif SIMPATIKA sinopsis siswa sitegog Skenario Belajar Sketchup SketsaupTeA Slayid SMA Soal Soanten Software SoraTeuPerluNinggal StoryTelling Suara Sukapura sumputkeun sunda syare'at Ta'lim tabir mimpi Tadabbur tadarrus TafkarMart Tahajud Tahlil Tasbeh Taskbar Tauhid Tawasul Tema Blog tenor.com Terjemah tiktok TimTeA tips n trick Trik Tsaqifah tulisan TV Nasional Twitter Usaha Vektor Video Video Player Video;Edit Video;Rara VideoPost vidio w3s WA - AYT wahyu Wali Walimahan Wallpaper wayang WeA Windows Wirid Witir word Wordpress WordTeA WorldBank WP WPS WS XLS DRcjgTeA Yahoo yandexck Yapista link YT ytDuridwanSunda YTstudio Yutub ZIP Zoom سلاح الدعوة
×
Judul