Daftar Isi
1. RIWAYAT HIDUP
KH. Aqil Siroj lahir di Desa Gedongan saat Indonesia masih menjadi jajahan Belanda, sekitar tahun 1920, beliau merupakan putera ke-3 pasangan KH. Siroj putra KH. Muhammad Said, Pendiri Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon dan Nyai Fatimah.
Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai 11 (Sebelas) orang putra dan putri. Namun dari 11 putra dan putri beliau, 6 diantaranya wafat sebelum beliau, sehingga tersisa 5 putra, diantaranya:
- KH. Ja’far Shodiq Aqil Siroj (Ny. Hj. Daimah Nashir)
- Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj, MA (Ny. Hj. Nur Hayati Abdul Qodir)
- KH. Moh. Musthofa Aqil Siroj (Ny. Hj. Shobihah Maimoen Zubair)
- KH. Ahsin Syifa Aqil Siroj (Ny. Hj. Iin Muhsinah Abdul Halim)
- KH. Ni’amillah Aqil Siroj, M. Pd.I (Ny. Hj. Titim Fatimah)
Adik beliau, KH. Amin Siroj (Sesepuh Pesantren Gedongan) pernah melantunkan sebuah untaian syair yang menggunakan bahar rojaz untuk dipersembahhkan kepada kakandanya, KH. Aqil Siroj. Berikut adalah syairnya:
يا ربنا لشيـخنا المرحـــوم # خمسة اولاد سوى المكتوم
هم جعفرالصادق ذوالدوام # ثم سعــيد سـاعـــد الانــــام
ومصطفى محــمد الكــلام # احســـن لهم بنـعم الختــــام
Putra yang ketiga adalah Musthofa yang dipuji ucapannya. Dan yang keempat Ahsin, kemudian Ni’amillah sebagai putra yang terakhir.
Kiai Aqiel Siroj tidak hanya mengajari santri-santrinya, tetapi beliau juga mengajari adik-adiknya termasuk Kiai Amin Siroj. Seperti halnya Kiai Ahmad Afifi Ali pernah mengajari adik kandungnya yaitu Kiai Mahrus Ali. Ini merupakan tradisi pondok pesantren, khususnya di Gedongan. Selain itu, Kiai Amin Siroj pernah mesantren di pesantren Kempek dan Kiai Aqil Siroj menjadi menantu kiai di sana. Sehingga beliau menganggap Kiai Aqiel Siroj sebagai gurunya.
Sebenarnya, Almarhum Kiai Aqiel Siroj memiliki putra sebelas, namun yang hidup sampai dewasa cuma lima. Buya KH Ja’far Shodiq Aqiel merupakan putra pertama Kiai Aqiel, yang wafat pada tanggal 1 April 2014. Beliau adalah sosok yang tegas dan disiplin. Bukan hanya para santri yang dikader, tetapi juga adik-adiknya. Beliau memiliki istri bernama Nyai Hj Daimah Nashir.
Kemudian yang kedua adalah Prof. Dr. KH Said Aqiel Siroj, MA. Beliau sebagai manusia yang bahagia karena dikaruniai banyak keistimewaan diantaranya kecerdasan yang luar biasa. Sekali membaca bisa langsung hafal. Maka tak heran jika Gus Dur pernah menyebutnya sebagai referensi berjalan hingga mengantarkannya menjadi Ketua Umum PBNU.
KH Muhammad Musthofa Aqiel merupakan sosok kiai muballigh yang hebat. Menantu Almarhum Mbah Maimoen Zubair ini, selain lisannya fasih, ceramah-ceramahnya pun sangat mencengangkan. Baik di kalangan awam maupun dikalangan elit. Saat ini beliau menjadi Ketua Umum Majlis Dzikir Hubbul Wathon.
Selanjutnya putra yang keempat yaitu Almarhum KH Ahsin Syifa Aqiel. Wafat pada tanggal 12 April 2015. Beliau satu-satunya putra Kiai Aqiel yang tidak dipesantrenkan. Karena terkendala fisik. Seluruh hidupnya hanya mengaji pada ayahandanya. Namun keilmuanya tidak tertinggal dengan saudara-saudara lainnya.
Kemudian yang terahir adalah KH Ni’amillah Aqiel, M.PdI. Selain suaranya yang fasih dan merdu, pemikirannya sangat kritis dan beliau adalah alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Kiai Ni’am pernah berpesan, “Perajarilah bahasa asing, kuasailah bahasa Indonesia, dan pakailah bahasa sendiri.” Beliau juga dawuh, “Jadilah intelektual yang berpendidikan pesantren dan jadilah intelektual yang mumpuni.”
- Nabi Muhammad SAW
- Fatimah Az-Zahra
- Al-Imam Sayyidina Hussain
- Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin bin
- Sayyidina Muhammad Al Baqir bin
- Sayyidina Ja’far As-Sodiq bin
- Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin
- Sayyid Muhammad An-Naqib bin
- Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi bin
- Ahmad al-Muhajir bin
- Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah bin
- Sayyid Alawi Awwal bin
- Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin
- Sayyid Alawi Ats-Tsani bin
- Sayyid Ali Kholi’ Qosim bin
- Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)
- Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin
- Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad, India) bin
- Sayyid Abdullah Al-’Azhomatul Khan bin
- Sayyid Ahmad Shah Jalal (Ahmad Jalaludin Al-Khan) bin
- Sayyid Syaikh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Al-Khan Al Husein) bin
- Sayyid ‘Ali Nuruddin Al-Khan (‘Ali Nurul ‘Alam)
- Sayyid ‘Umdatuddin Abdullah Al-Khan bin
- Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
- Pangeran Pasarean (Pangeran Muhammad Tajul Arifin)
- Pangeran Dipati Anom (Pangeran Suwarga atau Pangeran Dalem Arya Cirebon)
- Pangeran Wirasutajaya (Adik Kadung Panembahan Ratu)
- Pangeran Sutajaya Sedo Ing Demung
- Pangeran Nata Manggala
- Pangeran Dalem Anom (Pangeran Sutajaya ingkang Sedo ing Tambak)
- Pangeran Kebon Agung (Pangeran Sutajaya V)
- Pangeran Senopati (Pangeran Bagus)
- Pangeran Punjul (Raden Bagus atau Pangeran Penghulu Kasepuhan)
- Raden Ali
- Raden Muriddin
- KH. Raden Nuruddin
- KH. Murtasim (Kakak dari KH Muta’ad leluhur pesantren Benda Kerep dan Buntet)
- KH. Muhammad Said (Pendiri Pesantren Gedongan)
- KH. Siroj
- KH. Aqil
Begitulah Kiai Musthofa menceritakan ayahandanya yang berjumpa dengan Malaikat Izrail menjelang ajal menjemputnya. Pada waktu itu, Kiai Aqil sedang dirawat di rumah sakit selama beberapa hari.
Setelah beberapa hari di rumah sakit, beliau belum mendapati dirinya beranjak sembuh. Akhirnya, pihak keluarga tetap merawat Kiai Aqil di rumah sakit. Namun pada Ahad malam, pihak rumah sakit dan keluarga dikejutkan dengan permintaan Kiai Aqil yang memaksakan diri untuk pulang ke rumah. Padahal kondisi beliau masih sangat butuh perawatan khusus.
Tepatnya pada hari Senin, Kiai Aqil meninggalkan rumah sakit tanpa sepengetahuan keluarga dan pihak rumah sakit. Hal ini tentunya membuat petugas yang merawat Kiai Aqil kebingungan. Beliau ternyata pulang ke rumah tanpa pamit melalui sebuah karomah luar biasa yaitu menghilang dan seketika sudah ada di kamar peribadinya. Tidak ada yang mengetahui misteri apa di balik sikap kukuhnya Kiai Aqil ingin segera pulang ke rumah.
Diceritakan, pada hari Ahad itu Kiai Aqil sudah ditemui oleh Malaikat Izrail, sang malaikat pencabut nyawa. Oleh karana itu, beliau bersikeras untuk segera pulang dari rumah sakit.
Jika ajal sudah di ambang pintu, buat apa berada di rumah sakit? Kata Kiai Musthofa menerka pemikiran ayahandanya kala itu.
Memasuki hari Rabu, Kiai Aqil tidak sabar menunggu bertemu dengan malaikat yang telah menemuinya di rumah sakit itu. Sehabis shalat fardhu, dengan tersenyum beliau meninggalkan dunia fana ini menuju ke alam baka.
2. SANAD ILMU DAN PENDIDIKAN
2.1 Pendidikan
Sesuai dengan pesan yang sering beliau sampaikan kepada santrinya dengan mengutip sebuah syiir yang berbunyi “lau kaana nuurul ‘ilmi yudroku bil munaa # maa kaana yabqo fil bariyyati jaahilu” artinya: “jikalau cahaya ilmu bisa di raih dengan hanya berangan-angan saja # maka tidak akan ada orang bodoh di muka bumi ini”, nasehat tersebut bukan hanya isapan jempol belaka tapi secara nyata beliau contohkan melalui pengalaman beliau mengaji dari satu pesantren ke pesantren lainnya sehingga bisa menjadi alim dan menyampaikan ilmunya kepada para santri, diantara pesantren yang beliau singgahi untuk mencari ilmu adalah:
- Pondok Pesantren Gedongan Cirebon
- Pondok Pesantren Kempek Cirebon (5 Tahun)
- Pondok Pesantren Kasingan Rembang dibawah asuhan KH. Kholil Harun (2 Tahun)
- Pondok Pesantren Lirboyo Kediri (3 Tahun)
- Ngaji Pasaran (Ngalap Berkah di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, beliau dipertemukan dzohir batin dengan Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari)
2.2 Guru-guru
- KH. Siroj bin KH. Muhammad Said (Gedongan, Cirebon)
- KH. Harun Abdul Jalil (Kempek, Cirebon)
- KH. Kholil Harun (Kasingan, Rembang)
- KH. Abdul Karim (Lirboyo, Kediri)
- Hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng, Jombang)
2.3 Mendirikan Pesantren
Setelah Kiai Aqil menikah dengan Nyai Hj. Afifah Harun yang merupakan putri dari guru beliau sendiri ketika mondok di Pesantren Kempek, kemudian beliau diboyong ke Pesantren Kempek untuk ikut membantu mengurus para santri dengan mengajarkan bidang ilmu nahwu dan shorof, dari kitab Awamil sampai alfiyah, dimana pada saat itu untuk mengefektifkan pengajian dibuatlah kurikulum pendidikan dengan mendirikan Majlis Tarbiyatul Mubtadiin (MTM) yang masih merupakan satu kesatuan dengan sistem di Pondok Pesantren Kempek. Yang seiring berjalannya waktu kemudian menjadi Pondok PesantrenKHAS Kempek.
Pada tahun 1995, putera tertua beliau, KH. Ja’far Shodiq Aqil Siroj dan adik-adiknya, yakni, Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj, MA (Ketua Umum PBNU Th. 2010-2021), KH. Moh. Musthofa Aqil Siroj, Al-Maghfurlah KH. Ahsin Syifa Aqil Siroj dan KH. Ni’amillah Aqil Siroj, kemudian mendirikan Yayasan Kyai Haji Siroj (KHAS) Kempek untuk menaungi Lembaga MTM itu.
Dan dalam perkembangan selanjutnya (sekarang) YayasanKHAs Kempek telah memiliki beberapa unit Pendidikan, diantaranya:
- Madrasah Tahdzibul Mutsaqofien (MTM) Putra dan Putri
- Madrasah Tsanawiyah (MTsSKHAS Kempek, tahun 2002)
- Madrasah Aliyah (MASKHAS Kempek, tahun 2003)
- Sekolah Menengah Pertama (SMP SKHAS Kempek, tahun 2009)
- Majlis Dirosah Ilmiah (Al-Ghadier, tahun 2009)
- Sekolah Menengak Kejuruan (SMKKHAS Kempek)
- Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKESKHAS Kempek)
- Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIKHAS Kempek)
3. KISAH TELADAN
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj yang akrab disapa Kang Said pernah menceritakan keikhlasan, ketawakkalan dan kesederhanaan ayahandanya, KH. Aqil Siroj. Beliau pernah menuturkan “Ayah saya jangankan punya sepeda ontel, beli rokok pun tak mampu” tutur beliau.
Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar di Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,” lanjut Kang Said menceritakan keadaan ayah semasa hidupnya.
Suatu hari Kiai Aqil hendak membelikan perhiasan emas untuk istrinya. Hidupnya yang teramat sederhana, maka suatu keistimewaan bagi beliau bisa membelikan emas untuk istri tercintanya. Setelah kacang hijau hasil panenannya dijual dan mendapatkan sejumlah uang yang cukup untuk dibelikan emas, pergilah ia ke toko emas. Akhirnya dibelilah emas itu dan siap-siap untuk dibawa pulang.
Ia harus menaiki becak terlebih dahulu sebelum akhirnya naik mobil angkutan umum agar bisa sampai ke kediamannya di Kempek. Begitu mobil melintas di depannya, langsung saja beliau segera turun dari becak. Tidak mau ketinggalan kesempatan, karena untuk bisa menaiki mobil angkot perlu berjam-jam lamanya.
Sampailah Kiai Aqil Siroj di Kempek. Begitu masuk ke dalam rumah, istrinya yang menunggu sedari tadi langsung bertanya: “Bah, mana emas yang Abah beli dari pasar tadi?” Ternyata emasnya sudah hilang. Mungkin terjatuh saat perjalanan pulang. Dan Kiai Aqil Menyikapi nya biasa saja. Seperti tidak terjadi apa apa. Padahal beliau telah kehilangan emas.
Dikisahkan juga, bahwa cara dakwah Kiai Aqil Siroj adalah dakwah yang santun, suatu ketika di Desa Kempek ada satu keluarga yang sangat tidak suka bahkan sangat benci dengan keberadaan pesantren atau masyarakat beragama disekitarnya. Ketika semua santri dan masyarakat hendak menunaikan solat Jum’ah dibulan Romadhon keluarga tersebut dengan sengaja justru nongkrong didepan teras rumahnya sambil makan dan minum-minuman dengan menyinyirkan mukanya kepada santri dan masyarakat yang lewat didepan rumahnya.
Menyikapi masyarakat yang sangat sinis seperti keluarga tersebut, Kiai Aqil Siroj justru bukan menghardiknya, mencaci-makinya dan menjauhinya, melainkan Kiai Aqil Siroj justru setiap lewat rumahnya selalu silaturahim dan berdialog denganya terkait pertanian, perekonomian dan hal-hal lainya kecuali masalah agama seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain.
Kiai Aqil dengan sengaja tidak mengenalkan Agama Islam kepada seseorang yang masih membenci Agama, akan tetapi Kiai Aqil justru memperlakukanya dan memanusiakanya dengan tujuan untuk menjukkan bagaimana Masyarakat Islam mengimplementasikan sikap keberagamaanya.
Suatu ketika keluarga tersebut tiba-tiba datang berkunjung ke ndalem Kiai Aqil Siroj. Dengan sangat menghormatinya Kiai Aqil pun menyambutnya dengan rasa heran akan kehadiran ya. ” Gini Kiai, Panjenengan kan selalu berkunjung kerumah saya setiap panjenengan lewat menuju Masjid, begitu juga saya dong ingin melakukan kunjungan balasan kerumah Kiai”
Dan akhirnya setelah itu keluarga itupun menjadi salah satu keluarga yang fanatik terhadap pesantren, khususnya kepada Kiai Aqil Siroj.
4. KARYA
- Kodifikasi Tasrifan Kempek dan Jombang
- Zubdatun Naqiyah (Syarah Matan Jurmiyah)
- Terjemah Kitab Awamil
- Terjemah Nadzom ‘Imrithi
- Terjemah Nadzom Maqsud
5. REFERENSI
Sumber kopas: Biografi KH. Aqil Siroj Kempek | Profil Ulama › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar